MEKANISME
PENYALURAN KUBE
DISAMPAIKAN
DALAM PELATIHAN PENYULUH SWADAYA/SWASTA
BIDANG TANAMAN
PANGAN DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
KABUPATEN KEBUMN
Oleh: MUH ROSYID,
S.Pd.,M.M.Pd.
KEPALA BIDANG
SOSIAL DINAS TENAGA KERJA, TRANSMIGRASI DAN SOSIAL
KABUPATEN KEBUMEN
Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Sebagai
Model Untuk Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat
Masalah sosial yang
selalu dihadapi bangsa dan
negara ini sejak dulu adalah
kemiskinan dan kebijakan yang
diambil untuk mengatasinya melalui program penanggulangan kemiskinan.
Apapun nama programnya yang
terpenting adalah mampu memenuhi kebutuhan sosial dasar masyarakat miskin.
Sejak tahun 1970-an
pemerintah menggulirkan program
penanggulangan kemiskinan melalui Rencana Pembangunan Lima
Tahun (Repelita), khususnya Repelita I-IV
dilalui melalui program sektoral dan regional.
Keberadaan lembaga koordinasi penanggulangan kemiskinan diawali dari program-program
penanggulangan kemiskinan yang bersifat sektoral,
seperti Kelompok Usaha Bersama atau KUBE dari Kementerian Sosial yang
dulu bernama Departemen Sosial.
KUBE dimulai sejak tahun 1982,
kemudian Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera dari BKKBN,
dan Program
Peningkatan Pendapatan Petani Nelayan Kecil atau P4K dari Departemen Pertanian.
Pada tahun 1990 dimunculkan Program
Pengembangan Wilayah (PPW).
Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14
Tahun 1990, PPW adalah program
pengembangan wilayah yang dilaksanakan secara terpadu dengan pendekatan perwilayahan dan
ditujukan untuk mengembangkan wilayah yang
bersifat khusus secara lintas sektoral dan
dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
wilayah yang bersangkutan.
Pendekatan PPWT ini pada hakekatnya merupakan upaya penanggulangan di
wilayah-wilayah khusus di perdesaan dan
permukiman kumuh perkotaan yang
bersifat lintas sektoral dan
sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah yang relatif tertinggal.
Kebijakan khusus melalui Program
Pengembangan Wilayah (PPW), dikembangkan lagi menjadi Pembangunan Kawasan Terpadu (PKT),
Program Pengembangan Kawasan Khusus (PPKK), dan program-program
penanggulangan kemiskinan seperti Program
Inpres Desa Tertinggal (IDT) di desa-desa tertinggal.
Saat ini ada keberpihakkan khususnya untuk didaerah perbatasan.
Program Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial
Sejak tahun 2006,
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial mencoba menyempurnakan pendekatan dan
penyelenggaraan Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE).
Jika pada tahun 2005, penyaluran bantuan kepada KUBE bersifat natura,
melalui perantara, top down, terpusat, tanpa pendampingan,
maka mulai tahun 2006
sudah dilakukan perubahan dan penyempurnaan.
Pada tahun 2007, penyempurnaan program
terus dilakukan melalui kerjasama dengan pihak PT
Bank Rakyat Indonesia Tbk. Mulai tahun 2007, program
Pemberdayaan Fakir Miskin yang
telah disempurnakan akan mulai dilakukan.
Salah satu perubahan nyata yang
telah dilakukan adalah penyaluran bantuannya dilakukan langsung kepada KUBE dan
melalui mekanisme perbankan (bekerjasama dengan PT
BRI Tbk). Bantuan tidak lagi bersifat natura (barang)
yang
harus disediakan oleh Pemerintah Pusat melalui pihak ketiga,
namun disediakan sendiri oleh anggota KUBE.
Mekanisme Penyaluran Bantuan
Pengadaan barang dan jasa secara partisipatif akan dilakukan oleh anggota KUBE sendiri Kementerian Sosial memandang perlunya merumuskan langkah-langkah yang
tepat agar tujuan penyaluran Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS)
dapat dilakukan secara tepat dan
dimanfaatkan secara efektif oleh KUBE.
Pada tahun 2007,
Kementerian Sosial melakukan pembaharuan internal
kementerian atau yang dikenal denganreinventing Kemensos.
Adapung reinventing
itu sendiri bahwa Kemensos akan melakukan perubahan dalam bentuk:
1) reorientasi kebijakan pada pembangunan manusia,
2)
restrukturisasi organisasi untuk menjalankan dan
mencapai tujuan kebijakan secara efektif,
3)
pengembangan aliansi strategis dengan mitra kerja yang
mempunyai kapasitas sesuai bidangnya,
4) perbaikan tata kelola pelaksanaan kebijakan,
5) penilaian kinerja program, setiap rupiah yang
dibelanjakan harus menghasilkan kesempatan kerja,
keuntung bagi yang bekerja, dan
akumulasi tabungan bagi yang bekerja dan menabung.
Pembaharuan program
tersebut merupakan upaya Kementerian Sosial untuk menjadikan institusinya sebagai excellent
ministry atau Kementerian unggulan (Pedum Tim
Koordinasi BLPS, 2007:3). Dan
untuk menjadi Kementerian unggulan tersebut,
maka Kemensos perlu semakin terbuka untuk bekerjasama dengan semua mitra pembangunan,
baik dari kalangan dunia usaha/swasta,
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, para
cendekiawan dan
praktisi untuk bersama-sama mengembangkan Kemensos sebagai ujung tombak pencapaian target
pembangunan nasional dan pembangunan daerah.
Kementerian Sosial menyelenggarakan program penanggulangan kemiskinan –dulu
dikenal dengan: pengentasan kemiskinan- melalui program
Kelompok Usaha Bersama atau KUBE.
Program
KUBE merupakan pengejawantahan Instruksi Presiden tentang Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan atau Gerdu Taskin.
Pola pemberdayaan KUBE yang
diterapkan oleh Kementerian Sosial selama ini sangat seragam,
kurang menekankan pada unsur-unsur lokal setempat.
Jumlah kelompok sebanyak 10 Kepala Keluarga.
Bantuan yang diberikan tidak dalam bentuk uang tetapi berupa paket usaha yang
disediakan oleh pihak ketiga,
seperti peralatan bengkel, ternak sapi,
peralatan-peralatan pertanian, dan lain-lain.
Pemberian bantuan ini diawali dengan pembekalan pengembangan keterampilan usaha seadanya.
Jenis paket usaha yang
dikembangkan dianjurkan untuk memilih jenis usaha sesuai dengan ketersediaan sumber-sumber di
daerah masing-masing,
namun pelaksanaannya lebih mengacu pada kondisi pengadministrasian yang
harus dipertanggung jawabkan.
Jenis Bantuan KUBE
Setiap kelompok mendapat 1
paket bantuan usaha, untuk KUBE yang
berprestasi dapat diberikan bantuan pengembangan usaha tahap berikutnya.
Bantuan yang sudah diterima harus digulirkan pada kelompok fakir
miskin lainnya yang ada di sekitarnya. Ada 10 indikator keberhasilan yang
digunakan selama ini (Kemensos, 1994), yaitu:
- Perkembangan usaha ekonomis produktif keluarga
- Perkembangan usaha ekonomis produktif kelompok
- Kondisi kesejahteraan social
Keluarga Binaan Sosial (KBS) secara keseluruhan
- Sumbangan Sosial Wajib (SSW)
/ luran Kesejahteraan Sosial (IKS) dan
pengembangan gotong royong
- Perkembangan koperasi kelompok
- Pelaksanaan jaminan kesejahteraan sosial melalui embrio organisasi sosial
- Perkembangan tabungan dan tabanas
- Ikut sertanya KBS
dalam program keluarga berencana, Posyandu dan
wajib belajar
- Ada
tidaknya partisipasi dalam kegiatan Karang Taruna
- Dampak proyek bantuan kesejahteraan sosial dalam masyarakat
Pendekatan KUBE
KUBE dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial para
kelompok miskin, yang meliputi:
terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari,
meningkatnya pendapatan keluarga, meningkatnya pendidikan, dan
meningkatnya derajat kesehatan.
Selain itu,
pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan dinamika kehidupan kelompok sosial,
seperti: pengembangan hubungan yang semakin harmonis,
pengembangan kreativitas,
munculnya semangat kebersamaan dan kesetiakawanan sosial,
munculnya sikap kemandirian, munculnya kemauan, dan lain-lain,
sehingga menjadi sumber daya manusia yang
utuh dan mempunyai tanggung jawab sosial ekonomi terhadap diri,
keluarga dan
masyarakat serta ikut berpartisipasi dalam pembangunan.
Melalui pendekatan KUBE ini diharapkan juga kelompok sasaran mampu menggali dan
memanfaatkan sumber daya alam, sosial, ekonomi,
sumber daya manusia dan sumber lingkungan serta sumber-sumber lainnya yang
ada di
sekitarnya untuk kepentingan pengembangan potensi yang
dimiliki, seperti: pemanfaatan lahan untuk pertanian,
pemanfaatan air untuk pengembangan usaha ternak ikan,
pemanfaatan tenaga yang mengganggur untuk menjadi tenaga kerja di
KUBE yang dikelola, dan lain-lain.
Diharapkan dengan pola seperti ini,
mereka akan mudah mengintegrasikan sumber-sumber tersebut ke
dalam kepentingan-kepentingan kelompok. Kelompok mempunyai wewenang untuk mengelola,
mengembangkan, mengevaluasi dan menikmati hasil-hasilnya.
Pemerintah hanya memfasilitasi agar
KUBE dapat berhasil dengan baik.
Dilihat dari komposisi ini,
pendekatan KUBE merupakan pendekatan yang relevan di
dalam pemberdayaan kelompok miskin tersebut.
Kendala dan Hambatan
Kenyataannya di
lapangan tidaklah selalu indah karena berbagai kendala dan
hambatan dihadapi. Proses pembentukan, pengelolaan dan
pengembangannya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
bagaimana bantuan yang diberikan,
bagaimana pendampingan yang dilakukan, dan lain-lain.
Sebagian KUBE terbentuk atas insiatif anggota,
sebagian karena gagasan atau bentuk aparat desa atau pihak lain
yang berkepentingan. Dalam pengelolaannya juga demikian,
ada KUBE yang
memang murni dikelola oleh anggota dan
sebagian ada pihak yang
terlibat karena ada kepentingan, dan
masalah-msalah lainnya. Tetapi keberhasilan dan
kegagalan KUBE tidak bisa hanya dilihat dari sisi sebelah mata,
hanya menyalahkan pihak ekternal yang
mungkin terlibat,
yaitu karena adanya campur tangan pihak luar.
Namun masalah-masalah yang bersifat internal
juga perlu dikaji dan dianalisis, seperti sifat dan
unsur-unsur yang ada dalam kelompok, seperti keanggotaan,
struktur kelompok dan lain-lain.
Harapan kedepan untuk menjadikan KUBE sebagai suatu pendekatan dalam proses
pemberdayaan perlu dikaji kembali,
sehingga benar-benar menjadi suatu pendekatan yang
dapat menjadi satu alternatif penanganan atau model
di dalam pemberdayaan masyarakat miskin.
Diamana upaya pemberdayaan masyarakat telah mendapat perhatian besar dari berbagai pihak yang
tidak terbatas pada aspek pemberdayaan ekonomi sosial,
tetapi juga menyangkut aspek pemberdayaan politik.
KUBE merupakan pemberdayaan masyarakat terkait dengan pemberian akses bagi masyarakat dalam memperoleh dan
memanfaatkan hak masyarakat bagi peningkatan kehidupan ekonomi,
sosial dan politik. Oleh sebab itu,
pemberdayaan masyarakat amat penting untuk mengatasi ketidak mampuan masyarakat yang
disebabkan oleh keterbatasan akses,
kurangnya pengetahuan dan keterampilan, adanya kondisi kemiskinan yang
dialami sebagaian masyarakat, dan
adanya keengganan untuk membagi wewenang dan
sumber daya yang
berada pada pemerintah kepada masyarakat. Potensi masyarakat untuk mengembangkan kelembagaan keswadayaan ternyata telah meningkat akibat kemajuan sosial ekonomi masyarakat.
Pada masa
depan perlu dikembangkan lebih lanjut potensi keswadayaan masyarakat,
terutama keterlibatan masyarakat pada berbagai kegiatan yang
dapat meningkatkan ketahanan sosial, dan
kepedulian mayarakat luas dalam memecahkan masalah kemasyarakatan.