Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan PD. BPR BKK Kebumen
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
NIM : 070055507
Program Studi : Manajemen (S1)
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) PUTRA BANGSA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN (S-1)
KEBUMEN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Perusahaan yang siap berkompetisi harus memiliki manajemen yang efektif. Untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam manajemen yang efektif memerlukan dukungan karyawan yang cakap dan kompeten di bidangnya. Di sisi lain pembinaan para karyawan termasuk yang harus diutamakan sebagai aset utama perusahaan.
Proses belajar harus menjadi budaya perusahaan sehingga ketrampilan para karyawan dapat dipelihara, bahkan dapat ditingkatkan. Dalam hal ini loyalitas karyawan yang kompeten harus diperhatikan. Karyawan yang memiliki sikap perjuangan, pengabdian, disiplin, dan kemampuan profesional sangat mungkin mempunyai prestasi kerja dalam melaksanakan tugas sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna. Karyawan yang profesional dapat diartikan sebagai sebuah pandangan untuk selalu berpikir, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi, dan penuh dedikasi demi untuk keberhasilan pekerjaannya (Hamid, et al, 2003:40).
Pengertian di atas, menggambarkan bahwa penyempurnaan di bidang personalia hanya selalu mendapat perhatian untuk menuju karyawan yang professional dengan berbagai pendekatan dan kebijaksanaan. Untuk itu, diperlukan adanya pembinaan, penyadaran, dan kemauan kerja yang tinggi untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Apabila karyawan penuh kesadaran bekerja optimal maka tujuan organisasi akan lebih mudah tercapai.
Peningkatan sikap, perjuangan, pengabdian, disiplin kerja, dan kemampuan profesional dapat dilakukan melalui serangkaian pembinaan dan tindakan nyata agar upaya peningkatan prestasi kerja dan loyalitas karyawan dapat menjadi kenyataan. Salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan adalah kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 2000:142).
Dalam hal kepuasan kerja, Gilmer (1966) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik dan pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas (Lih:As' ad, 2003:114).
Sementara itu, menurut Heidjrachman dan Husnan mengemukakan beberapa faktor mengenai kebutuhan dan keinginan pegawai, yakni: gaji yang baik, pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap pekerjaan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat (Heidjrachman dan Husnan, 2002:194).
Menurut (Locke dan Sule, 2002:211), kepuasan atau ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan kerja yaitu: jenis pekerjaan, rekan kerja, tunjangan, perlakuan yang adil, keamanan kerja, peluang menyumbang gagasan, gaji/ upah, pengakuan kinerja, dan kesempatan bertumbuh.
Merujuk pada berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam rangka peningkatan kinerjanya adalah: (a) faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan; (b) faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya; (c) faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan; (d) faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya.
Pada PD.BPR BKK Kebumen bahwa peningkatan kinerja karyawan tidak terlepas dari faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seperti penelitian terdahulu dan kajian teori diatas. Selama berdiri sejak tahun 1972. PD. BPR BKK Kebumen telah membuktikan bahwa perkembangan dari sisi asset sudah menunjukkan perkembangan yang pesat. Ini terlihat dari data asset berkut:
Tabel 1.1
Data perkembangan PD.BPR BKK Kebumen
No | Keterangan | Sebelum Marger Des 2008 | Setelah Marger Des 2010 |
1. | Tabunagn Tamades | 53.782.935.000 | 68.667.447.000 |
2. | Deposito | 36.393.071.500 | 68.888.909.000 |
3. | Kredit | 83.386.554.000 | 147.784.690.000 |
4. | Laba | 2.755.300.000 | 3.428.719.000 |
Tabel diatas menunjukkan bahwa kinerja karyawan selama pendiriannya mengalami peningkatan yang signifikan. Ini membuktikan bahwa kinerja karyawan secara nyata dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Ini bukan berarti PD. BPR BKK Kebumen telah berhasil sesuai dengan visi perbankan karena dari survei 30 karyawan PD. BPR BKK Kebumen mengatakan kompensasi yang diterima tidak setara dengan institusi lain. Dari beberapa kajian penelitian dan teori menurut pengamatan peneliti pada awal survei, diketahui bahwa kepuasan kerja yang dapat meningkatkan kinerja karyawan pada PD. BPR BKK Kebumen diketahui yaitu kompensasi, kondisi kerja, dan hubungan sesama karyawan.
Melihat kondisi tersebut, maka peneliti akan mengkaji hasil survei awal tersebut menjadi variabel penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor kepuasan kerja terhadap peningkatan kinerja karyawan PD BPR BKK Kebumen. Sehingga persoalan yang dikaji hanya pada pengaruh faktor-faktor dari kepuasan kerja untuk menjadi variabel yang akan menjadi dasar pada penelitian kinerja karyawan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengambil judul “Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PD. BPR BKK Kebumen”.
1.2.Rumusan Masalah
Sebagaimana telah dikemukakan dalam latar belakang masalah yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah kompensasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan PD. BPR BKK Kebumen.
2. Apakah kondisi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan PD. BPR BKK Kebumen.
3. Apakah hubungan sesama karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan PD.BPR BKK Kebumen.
1.3.Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Gilmer (1966) dalam penelitian As’ ad (2002) yaitu: kompensasi (yang dibatasi dengan indikator besaran kesesuaian, adil, peningkatan kepuasan kerja, dan setara dengan institusi lain), kondisi kerja (yang dibatasi dengan indikator keamanan lingkungan, jam kerja, tata ruang yang nyaman, fasilitas kerja, dan suasana kerja nyaman), dan hubungan rekan kerja (yang dibatasi dengan indikator saran dan dukungan, bantuan dan kerja sama, kesempatan bersosialisasi, kritik dan saran, pujian yang diberikan, dan kompetisi kerja) yang dianggap sesuai untuk dilakukan penelitian dikantor PD. BPR BKK Kebumen.
1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan kantor PD. BPR BKK Kebumen.
2. Untuk mengetahui pengaruh kondisi kerja terhadap kinerja karyawan kantor PD. BPR BKK Kebumen.
3. Untuk mengetahui pengaruh hubungan sesama karyawan terhadap kinerja karyawan PD.BPR BKK Kebumen.
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:
Dapat digunakan sebagai bekal pengetahuan bagi peneliti tentang pengelolaan sumberdaya manusia yang baik yang berkaitan dengan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan yang dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang meliputi: kompensasi, kondisi kerja, dan hubungan sesama karyawan. Dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berminat dalam penelitian pengembangan SDM.
1.5.2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
Dapat memberikan masukan yang berarti tentang pengelolaan karyawan kantor PD.BPR BKK Kebumen yang berkualitas terkait kebijakan kompensasi, kondisi kerja, dan hubungan sesama karyawan. Sebagai pertimbangan dalam pengawasan atas kegiatan penggunaan sumber daya, barang atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan kantor PD. BPR BKK Kebumen.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Kepuasan Kerja
Salah satu sasaran penting dalam manajemen sumberdaya manusia pada suatu organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja anggota organisasi yang bersangkutan. Kepuasan kerja tersebut diharapkan pencapaian tujuan organisasi akan lebih baik dan akurat. Hasil penelitian Herzberg menyatakan bahwa faktor yang mendatangkan kepuasan adalah prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan kemajuan (Armstrong, 1994:71)
Pendapat lainnya menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan para karyawan memandang pekerjaan mereka (Handoko,2001:193).
Kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dapat dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan dalam pekerjaan adalah kepusasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
Kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan kerja karyawan yang dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya agar dia dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasannya di luar pekerjaan lebih mempersoalkan balas jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya.
Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil dan layak. Tidak ada tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya dapat diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan pergantian (turnover) kecil maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik. Sebaliknya jika kedisiplinan, moral kerja, dan pergantian (turnover) karyawan besar maka kepuasan kerja karyawan di perusahaan berkurang (Hasibuan, 2001:202).
Teori kepuasan kerja menurut Wesley dan Yulk dapat diterangkan menurut tiga macam teori, yaitu:
Pertama, discrepancy theory mengemukakan bahwa untuk mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian, Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja tergantung pada discrepancy antara should he (expectation, needs atau values) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wanous dan Lawler (dalam As' ad, 2003:105) mengemukakan bahwa sikap karyawan terhadap pekerjaannya tergantung pada bagaimana ketidaksesuaian (discrepancy) yang dirasakan.
Kedua, equity theory yang dikembangkan oleh Adam (1963). Pada prinsipnya teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas sepanjang mereka merasa ada keadilan (equity). Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun di tempat lain. Teori ini mengidentifikasi elemen-elemen equity meliputi tiga hal, yaitu: (a) input, adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh pegawai sebagai masukan terhadap pekerjaannya; (b) out comes, adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan sebagai dari hasil pekerjaannya; (c) comparisons persona, adalah perbandingan antara input dan out comes yang diperolehnya.
Ketiga, Two factor theory yang dikemukakan oleh Herzberg (1966). Prinsip-prinsip teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan variabel yang kontinyu dalam (As' ad, 2003:108). Berdasarkan hasil penelitiannya Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu: (a) statisfers atau motivator, factor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan yang terdiri dari: achievement, recognition, work it self, responsibility dan advancement; dan (b) dissatifiers atau hygiene factors, yaitu faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, seperti: company policy and administration, supervision tehnical, salary, interpersonal relations, working condition, job security dan status.
Secara historis, karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik. Masalahnya adalah terdapatnya karyawan yang kepuasan kerjanya tinggi tidak menjadi karyawan yang produktivitasnya tinggi. Banyak pendapat mengemukakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi, terutama yang dihasilkan oleh prestasi kerja, bukan sebaliknya. Prestasi kerja lebih baik mengakibatkan penghargaan lebih tinggi. Bila penghargaan tersebut dirasakan adil dan memadai, maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat karena mereka menerima penghargaan dalam proporsi yang sesuai dengan prestasi kerja mereka. Kondisi kepuasan atau ketidakpuasan kerja tersebut menjadi umpan balik yang akan mempengaruhi prestasi kerja di waktu yang akan datang. Jadi, hubungan prestasi dan kepuasan kerja menjadi suatu sistem yang berlanjut.
Menurut Strauss dan Sayles (1980) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi dini. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan tidak melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
Dessler (1982) mengemukakan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan peraturan yang lebih baik, tetapi kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan kadang-kadang berprestasi lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja (Lih Handoko, 2001:196). Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama untuk menciptakan keadaan positif di lingkungan kerja perusahaan.
Kepuasan kerja merupakan persoalan umum pada setiap unit kerja, baik itu berhubungan motivasi, kesetiaan ataupun ketenangan bekerja, dan disiplin kerja. Harold E. Burt mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja adalah: pertama, faktor hubungan antar karyawan, antara lain: (a) hubungan antara manajer dengan karyawan; (b) faktor fisik dan kondisi kerja; (c) hubungan sosial di antara karyawan; (d) sugesti dari teman sekerja; (e) emosi dan situasi kerja. Kedua, faktor indivual, yaitu yang berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja, dan jenis kelamin. Ketiga, faktor luar (extern), yang berhubungan dengan keadaan keluarga karyawan, rekreasi, pendidikan (training, up grading), dan sebagainya.
2.1.2. Kompensasi
Kompensasi adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang deberikan kepada karyawan dan timbul dari dipekerjakannya karyawan (Dessier, 1998:85).
Bekerja merupakan salah satu jalan seseorang meraih aktualisasi diri serta memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini manusia memerlukan timbal balik yang seimbang dari kerjanya. Timbal balik ini berupa penghargaan, support, motivasi ataupun kompensasi.
Ada juga yang menyatakan, kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Kompensasi bisa berupa fisik maupu non fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikannya kepada organisasi/ perusahaan tempat ia bekerja. Sehingga bisa disimpulkan bahwa kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi yang timbul karena kerja karyawan.
2.1.3. Kondisi Kerja
Kondisi kerja (working condition) adalah kondisi tempat kerja, dimana karyawan melakukan tugas pekerjaannya. Kondisi kerja ini indikatornya: (1) Keamanan lingkungan; dengan lingkungan yang aman akan mempengarui kepuasan kerja, motivasi kerja, meningkatkan kinerja; (2) Jam kerja; dengan jam kerja 8 (delapan) jam sehari akan membantu motivasi kerja dan kinerja; (3) Tata ruang yang nyaman, sehingga membuat karyawan terkonsentrasi pada pekerjaannya; (4) Fasilitas kerja; dengan kelengkapan seperti peralatan komputer, AC, satu meja satu karyawan membuat kerja termotivasi tenang dalam berfikir, cepat menyelesaikan tugas; (5) Suasana kerja nyaman, hubungan dengan karyawan enak, tenang (tidak bising) (Luthans, 1995:128).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kompensasi, kondisi kerja, hubungan sesama karyawan terhadap kinerja pada karyawan kantor PD. BPR BKK Kebumen.
Factor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2002:67), kinerja karyawan dipengaruhi oleh factor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis, Human performance = ability + motivation, atinya kinerja karyawan dipengaruhi kemampuan dan motivasi.
Menurut Luthans (1995:127) kondisi kerja mempengaruhi kinerja melalui mediator kepuasan kerja. Kondisi kerja yang meliputi: (1) keamanan tempat kerja; (2) Jam kerja yang ialakukan; (3) Fasilitas kerja (AC, komputer); (4) Tata ruang tempat kerja, apakah satu karyawan satu meja; dan; (5) Suasana ruangan (ketenangan, hubungan dengan sesama karyawan). Selanjutnya, menurut Luthans (1995:129) kepuasan kerja mempengaruhi kinerja. Kepuasan kerja yang meliputi: (1) Peluang memanfaatkan kemampuan dan kreativitas; (2) Gaji/ imbalan dan kompensasi; (3) Kesempatan promosi; (4) Ketenangan dan kemantapan kerja; (5) Pengakuan dan penghargaan. Sedangkan menurut McClelland dalam Mangkunegara (2002:68) ada hubungan yang positif antara motivasi dengan pencapaian kinerja.
Kondisi kerja meliputi kondisi fisik dan non fisik, non fisik meliputi beban kerja, suasana kerja, hubungan dengan pimpinan. Beban kerja yang berlebihan, tekanan/ desakan waktu kemenduaan peranan (role ambiguity), frustasi, perbedaan nilai perusahaan dengan karyawan merupakan kondisi kerja yang tidak mendukung akan membuat karyawan stress dalam pekerjaannya. Menurut Handoko (1999:271) stress ini ada dua efek kemungkinan, yang pertama dapat membantu atau berperan sebaliknya yaitu merusak prestasi kerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stress mempunyai potensi untuk mengganggu pelaksanaan kerja, bergantung seberapa tingkat stress tersebut. Bila tidak ada stress, tantangan-tantangan kerja kurang ada, dan prestasi kerja menjadi cenderung rendah. Stress yang terlalu besar juga akan menggaggu pelaksanaan pekerjaan seseorang karyawan apabila ia kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya, menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan-keputusan dan prilakunya tidak teratur dalam kerja. Akibat paling ekstrim adalah prestasi kerja menjadi nol, karena karyawan sakit atau tidak kuat bekerja lagi, putus asa dan melarikan diri dari pekerjaannya akibatnya kondisi kerja yang tidak mendukung dari pekerjaannya.
Sifat dasar dari karyawan adalah tidak mau diatur dan ditekan dengan berlebihan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Berilah sedikit kebebasan pada karyawan bakat dan berkreasi. Biarkanlah mereka menstuktur kerja mereka dengan cara-cara yang mereka anggap produktif. Penyediaan peralatan pendukung akan sangat membantu karyawan dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu tepat waktu dan dengan hasil yang sempurna.
Pemberian kesempatan kepada karyawan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, menghadiri konferensi yang memungkinkan mereka untuk tetap menguasi perkembangan dalam bidang mereka. Seseorang penyelia dituntut untuk menciptakan suasana kerja yang menyenangkan bagi karyawan. Ini mencakup pemberian lingkungan kerja yang bersih dan menarik, waktu istirahat yang cukup, peluang untuk sosialisasi dengn rekan-rekan kerja selama istirahat dan para penyelia yang empati. Dengan penciptaan kondisi kerja yang kondusif dan mendukung akan memungkinkannya seseorang karyawan meningkatkan kinerja/ prestasi kerja mereka dalam organisasi.
2.1.4. Hubungan Sesama Karyawan
Interaksi karyawan dalam lingkungan perusahaan/ organisasi/ instansi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan yang mana akan menimbulkan tingkat kepuasan kerja karyawan, Nurul (1995) menjelaskan bahwa situasi lingkungan perusahaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya antara karyawan yang satu dengan yang lain tidak terlepas dari interaksi satu sama lainnya demi kelancaran dan keharmonisan kerja. Dengan sarana hubungan yang nyaman akan lebih betah dan senang dalam menyelesaikan tugas. Hubungan antar manusia (human relation) dalam perusahaan merupakan hal yang penting karena merupakan jembatan antara karyawan dengan sesama karyawan maupun karyawan dengan pimpinan.
2.1.5. Kinerja Karyawan
Setiap perusahaan ingin karyawannya memiliki kemampuan menghasilkan suatu kinerja yang tinggi. Hal ini sangat sulit dicapai apabila karyawan yang bekerja di dalamnya merupakan orang-orang yang tidak produktif. Perusahaan kadang kala tidak memiliki kemampuan untuk membedakan mana karyawan yang produktif atau mana karyawan yang tidak produktif. Perusahaan yang sangat berorientasi pada profit, banyak yang memandang bahwa karyawan adalah mesin pencetak uang sehingga perusahaan lupa untuk memberikan maintenance dengan baik. Padahal karyawan itu sendiri adalah sebuah investasi yang perlu untuk selalu dipelihara agar dapat berproduksi dengan semaksimal mungkin.
Konsep tentang kinerja diungkapkan oleh Dessler (1992) yang mendefinisikan kinerja sebagai prestasi kerja yakni perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan. Dengan demikian, kinerja menfokuskan pada hasil kerjanya.
Bernaders dan Russel (1993:379) menyatakan kinerja sebagai “performance is defined as the record of outcomesproduced on specified job function or activity during a specified time period”. Hal tersebut berarti bahwa kinerja dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau hasil dari suatu aktivitas selama periode waktu tertentu.
Hasibuan (1997) juga menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, dan waktu. lebih lanjut, Hasibuan mengungkapkan bahwa kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi pekerja. Apabila kinerja tiap individu atau karyawan baik, maka diharapkan kinerja perusahaan akan baik pula.
Beragam penilaian kinerja telah diteliti sebelumnya. Tsui et al (1997) dalam Fuad Mas’ ud (2004) melakukan penilaian terhadap kinerja sumber daya manusia berdasarkan perilaku yang spesifik (judgement performance evaluation) dengan menggunakan sebelas kriteria yaitu: (1) Kuantitas kerja karyawan; (2) Kualitas kerja karyawan; (3) Efisiensi karyawan; (4) Standar kualitas karyawan; (5) Usaha karyawan; (6) Standar profesional.
Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Kontroversi kepuasan kinerja telah muncul sejak lama. Meskipun banyak orang mengasumsikan hubungan yang positif, tidak demikian halnya dengan penelitian saat ini. Sekitar 20 tahun yang lalu, studi yang dinilai menurut meta-analisis mengindikasikan hubungan yang lemah (korelasi taksiran terdekat 0,17) antara kepuasan dan kinerja. Akan tetapi, analisis konseptual, metodologi empiris, dan praktis mempertanyakan dan memperdebatkan hasil yang lemah tersebut. Meta-analisis yang lebih rumit dilakukan oleh Tim Jugde dan rekannya pada 312 sampel dengan kombinasi N 54,417 menemukan korelasi sebenarnya menjadi 0,30. Dengan demikian hasil analisis ini menunjukkan hubungan yang jauh lebih kuat antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Luthans, 2006: 246).
Kaitan kepuasan kerja dengan kinerja karyawan juga dikemukakan oleh Ostroff (1992) ditunjukkan oleh keadaan perusahaan dimana karyawan yang lebih 39 orang terpuaskan cenderung lebih efektif daripada perusahaan-perusahaan dengan karyawan yang kurang terpuaskan. Dessler (2000) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja antara lain mempunyai peran untuk mencapai produktivitas dan kualitas standar yang lebih baik, menghindari terjadinya kemungkinan membangun kekuatan kerja yang lebih stabil, serta penggunaan sumber daya manusia yang lebih efisien.
Hasil penelitian dari McNeese–Smith (1996) menunjukkan hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Dalam penelitiannya, kepuasan kerja dan komitmen organisasional merupakan variabel independen yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap sikap manajemen terhadap strategi perusahaan yang tercermin melalui kinerja karyawan; (7) Kemampuan karyawan terhadap pekerjaan inti; (8) Kemampuan karyawan menggunakan akal sehat; (9) Ketepatan karyawan; (10) Pengetahuan karyawan, dan; (11) Kreativitas karyawan.
2.2. Penelitian Terdahulu
Menurut Subakti Syaiin (2008) yang melakukan penelitian mengenai pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai Klinik Spesialis Bestari menemukan kinerja karyawannya masih rendah. Hasil observasi dan survei awal, rendahnya kinerja diketahui seringnya pegawai khususnya para dokter tidak hadir pada waktunya karena rendahnya perhatian dan pengawasan/ supervisi dari atasan serta adanya kesempatan untuk memperoleh penghasilan lebih besar di tempat lainnya.
Penelitian ini menggunakan survei yang bersifat analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional study dengan jumlah responden sebanyak 39 orang dengan kriteria sampel bersedia dan hadir pada saat penelitian dilakukan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear berganda pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel indikator kepuasan pegawai di klinik Spesialis Bestari Medan mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja adalah variabel kepuasan terhadap pekerjaan, kepuasan terhadap pengawasan, kepuasan terhadap gaji dan kepuasan terhadap hubungan kerabat kerja, sedangkan variabel kepuasan terhadap promosi, kepuasan terhadap manajemen, kepuasan terhadap kondisi kerja dan kepuasan terhadap sistem penilaian prestasi tidak mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja. Hasil uji regresi berganda kedua, variabel kepuasan terhadap pengawasan mempunyai pengaruh signifikan dengan kinerja pegawai Klinik Bestari Medan.
Menurut Eva Kris Diana (2009) yang melakukan penelitian mengenai pengaruh kepuasan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan dengan komitmen organisasional sebagai variabel intervening pada karyawan Outsourcing PT. Semeru Karya Buana Semarang dengan populasi seluruh karyawan outsourcing PT. Semeru quality control dengan metode sensus yang berjumlah 100 orang, ditemukan hasil yang menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja berpengaruh signifikan positif terhadap komitmen organisasional, namun variabel motivasi menunjukkan hasil yang tidak signifikan positif terhadap komitmen organisasional. Lebih lanjut, variabel kepuasan kerja dan motivasi menunjukkan pengaruh yang signifikan positif terhadap kinerja karyawan. Disisi lain, hubungan antara komitmen organisasional tidak signifikan positif terhadap kinerja karyawan.
2.3. Kerangka Pemikiran
Kerangka Teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Teoritis Penelitian.
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
H1: Kompensasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan PD. BPR BKK Kebumen.
H2: Kondisi kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan PD. BPR BKK Kebumen.
H3: Hubungan sesama karyawan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan PD. BPR BKK Kebumen.
H4: Kompensasi, kondisi kerja dan hubungan sesama karyawan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan PD. BPR BKK Kebumen.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek dalam penelitian dilakukan pada karyawan PD.BPR BKK kebumen, dengan obyek penelitian adalah: Kompensasi, Kondisi Kerja, dan Hubungan Sesama Karyawan.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus untuk diamati oleh peneliti, sebagai atribut dari sekelompok orang atau objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok tersebut. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas:
a. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel lain (variabel bebas). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja.
b. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab atau berubahnya suatu variabel lain (variabel dependen). Variabel bebas penelitian ini adalah kompensasi, kondisi kerja, dan hubungan sesama karyawan.
3.3. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
1) Kinerja (Y)
Kinerja merupakan tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas. Menurut Hasibuan (1997) terdapat 4 faktor dalam penilaian kinerja, yaitu:
Tabel 3.1
Indikator dan Distribusi Variabel Kinerja pada Kuesioner
No. | Indikator | Distibusi Butir ke- | Jumlah |
1 | Kecakapan | 1 | 1 |
2 | Ketelitian | 2 | 1 |
3 | Kesungguhan | 3 | 1 |
4 | Tepat waktu | 4 | 1 |
Jumlah | 4 |
2) Kompensasi (X1)
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerjanya pada organisasi. Indikatornya adalah (Bernadin dan Russell, 2003: 420):
Tabel 3.2
Indikator dan Distribusi Variabel Kompensasi pada Kuesioner
No. | Indikator | Distribusi Butir ke - | Jumlah |
1. | Besaran kesesuaian | 1 | 1 |
2. | Adil | 2 | 1 |
3. | Peningkatan kepuasan kerja | 3 | 1 |
4. | Setara dengan institusi lain | 4 | 1 |
Jumlah | 4 |
3) Kondisi Kerja (X2)
Kondisi kerja (working condition) adalah kondisi tempat kerja, dimana karyawan melakukan tugas pekerjaannya. Variabel kondisi kerja menurut (Luthans, 1995:128). dipengaruhi oleh hal berikut:
Tabel 3.3
Indikator dan Distribusi Variabel Kondisi Kerja pada Kuesioner
No. | Indikator | Distribusi Butir ke – | Jumlah |
1 | Keamanan Lingkungan | 1 | 1 |
2 | Jam Kerja | 2 | 1 |
3 | Tata Ruang yang nyaman | 3 | 1 |
4 | Fasilitas Kerja | 4 | 1 |
5 | Suasana Kerja nyaman | 5 | 1 |
Jumlah | 5 |
4) Hubungan sesama karyawan (X3)
Interaksi karyawan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Nurul (1995) menjelaskan bahwa situasi lingkungan perusahaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya antara karyawan yang satu dengan yang lain tidak terlepas dari interaksi satu sama lainnya demi kelancaran dan keharmonisan kerja. Dengan demikian human relation dibentuk dan diukur menurut dimensi sebagai berikut:
Tabel 3.4
Indikator dan Distribusi Variabel Hubungan Sesama Karyawan pada
Kuesioner
No. | Indikator | Distribusi Butir ke – Butir ke - | Jumlah |
1 | Saran dan dukungan | 1 | 1 |
2 | Bantuan dan kerja sama | 2 | 1 |
3 | Kesempatan bersosialisasi | 3 | 1 |
4 | Kritik dan saran | 4 | 1 |
5 | Pujian yang diberikan | 5 | 1 |
6 | Kompetisi kerja | 6 | 1 |
Jumlah | 6 |
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang akan diambil dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang berupa kuesioner yang telah diisi responden (Sugiyono, 2008:41).
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini berupa struktur organisasi, gambaran umum tempat penelitian dan lain sebagainya (Sugiyono, 2008:41).
3.4.1. Kuesioner
Kuesioner digunakan supaya responden mengisi daftar pernyataan yang tercantum dalam kuesioner sesuai persepsi masing-masing. Kategori persepsi yang digunakan dengan memakai skoring skala likert 4 kategori, yaitu: jika nilai jawaban responden sangat setuju (SS) memperoleh skor 4, jawaban setuju (S) memperoleh skor 3, jawaban tidak setuju (TS) memperoleh skor 2, dan jawaban sangat tidak setuju (STS) memperoleh skor 1.
Penggunaan alternatif jawaban ini didasarkan pada tiga alasan yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi (2004:91):
1) Kategori netral mempunyai arti ganda sehingga sulit untuk diartikan sebagai sesuai atau tidak sesuai. Kategori yang mempunyai arti ganda tentu tidak diharapkan dalam suatu instrument penelitian.
2) Tersedianya jawaban di tengah dapat menimbulkan kecenderungan memilih jawaban tengah tersebut bagi subyek yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawaban.
3) Maksud kategorisasi SS-S-TS-STS adalah untuk melihat kecenderungan pendapat subyek ke salah satu kutub.
3.4.2. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan cara pengumpulan data dengan sumber data dari buku pustaka, internet dan jurnal yang berhubungan dengan penelitian.
3.5. Populasi dan Sampel
3.5.1. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2008:72) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap PD. BPR BKK Kebumen yang berjumlah 180 orang.
3.5.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang bisa mewakili. Teknik yang dipakai adalah Random Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara acak dengan menggunakan rumus Sloven (Umar, 1999:78), yaitu:
N
n =
1 + Ne2
Keterangan:
n : Ukuran sampel
N : Ukuran populasi
e : Toleransi presisi ketepatan rata-rata (10%)
Ukuran sampel yang dapat diambil berdasarkan rumus diatas adalah:
180
n =
1 + 180 (0,1)2
180
= = 64,28 = 64 responden (pembulatan)
1 + 1,8
Jumlah sampel yang diambil adalah 64 responden.
3.6. Teknik Analisis Data
3.6.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Validitas instrumen dalam penelitian ini diuji dengan:
1. Uji Validitas
Yaitu untuk menentukan tingkat kevalidan atau kesahan suatu instrument. Rumus yang digunakan adalah rumus korelasi Product Moment sebagai berikut:
Keterangan:
r = koefisien korelasi
n = jumlah responden
X = nilai masing-masing per item
Y = nilai seluruh butir per item
2) Uji Reliabilitas
Yaitu untuk menunjukkan bahwa suatu instrument dapat dipercaya untuk dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data. Pengujian ini dapat dilakukan dengan rumus K-R 21 (Kuder Richardson). Rumus yang digunakan ialah:
Keterangan:
k = jumlah item dalam instrument
M = mean skor total
S = varians total
Selanjutnya sebagai tolok ukur tinggi rendahnya reliabilitas instrumen digunakan pedoman sebagai berikut:
1. Jika r hasilnya positif, serta r hasil > r tabel, maka variabel tersebut dinyatakan reliabel.
2. Jika r hasilnya negatif, serta r hasil < r tabel, maka variabel tersebut dinyatakan tidak reliabel.
3) Uji Asumsi Regresi Berganda
a. Multikolinieritas
Uji asumsi ini bertujuan untuk menguji apakah ada model regresi ditentukan korelasi antar variabel independen. Ada tidaknya multikolinieritas dalam model regresi, dapat dideteksi dengan melihat:
1) Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinieritas adalah:
1. Mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1
2. Mempunyai angka tolerance mendekati 1
2) Besaran korelasi antar variabel independen haruslah lemah (dibawah 0,5).
b. Heteroskedastisitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual dari suatu pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah apabila tidak terjadi heteroskedastisitas (varians yang berbeda).
Deteksi adanya heteroskedastisitas adalah sebagai berikut:
1. Jika terdapat pola tertentu, seperti titik-titik pada grafik yang membentuk suatu pola tertentu, maka pola tersebut telah terjadi heteroskedastisitas sehingga model regresi tersebut tidak dapat digunakan.
2. Jika tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik pada grafik menyebar diatas dan dibawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga model regresi tersebut dapat digunakan.
c. Normalitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah regresi variabel dependen, variabel independen, atau keduanya, mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal. Suatu regresi dianggap normal apabila:
1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tersebut memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.
3.6.2 Analisis Regresi Berganda
Adalah analisis yang menghubungkan lebih dari dua variabel untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan BPR BKK Kebumen terhadap variabel kinerja (Y), kompensasi (X1), kondisi kerja (X2), dan hubungan sesama karyawan (X3), dapat digunakan rumus:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + €
Dimana:
Y = Kinerja karyawan
X1 = Kompensasi
X2 = Kondisi kerja
X3 = Hubungan sesama karyawan
a = bilangan konstanta
€ = error
b = koefisien regresi untuk kompensasi, kondisi kerja,
dan hubungan sesama karyawan.
3.6.3 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Dalam perhitungan pengolahan data, peneliti mempergunakan alat bantu yang berupa program aplikasi komputer yaitu SPSS versi 18.0.
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Sejarah Singkat dan Perkembangannya
BKK Kebumen mendapat ijin pendirian usaha dari Menteri Keuangan sebagai Badan Kredit Kecamatan, yang ditindaklanjuti dengan keputusan Gubernur kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah dengan no. Dsa. G. 226 /1969, tanggal 4 September 1969 Jo No. Dsa. G. 323/1970 yang kemudian pada tanggal 19 Nopember 1970 dikukuhkan dengan peraturan daerah sehingga BKK Kebumen berdiri sejak tahun 1970.
Berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 4 Tahun 1995 Badan Kredit Kecamatan (BKK) diubah status menjadi PD. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) BKK.
Badan Kredit Kecamatan Kebumen sejak tanggal 4 Mei 1999 resmi berstatus sebagai PD. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu dengan dikeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/132/Kep/Dir tentang Pemberian Ijin Usaha Badan Kredit Kecamatan Kebumen sebagai Bank Perkreditan Rakyat BKK Kebumen yang dalam pelaksanaan kegiatan usahanya sesuai dengan undang-undang No. 7 Tahun 1992 yang disempurnakan dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yaitu menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito.
PD. BPR BKK se-Kabupaten Kebumen digabung (merger) dengan keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia No. 10/11/Kep. Dpg/2008 tanggal 20 Agustus 2008 tentang Pemberian Ijin Penggabungan Usaha (merger). Dan keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 539/37/2008 tanggal 12 September 2008 tentang Ijin Penggabungan (merger) dan tanggal 11 Oktober 2008 resmi PD. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) BKK Kabupaten Kebumen diadakan merger untuk memperkuat permodalan yang tujuannya membantu dan menolong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah disegala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
4.1.1. Tujuan
1. Melakukan usaha Bank Perkreditan Rakyat dalam lingkungan wilayah kecamatan dalam rangka membantu pembangunan daerah pada umumnya.
2. Menunjang kelancaran sasaran permodalan dalam rangka pembangunan daerah pada umumnya diwilayah Kabupaten Kebumen disetiap kecamatan dan wilayah pedesaan pada khususnya.
3. Turut serta menciptakan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat ekonomi lemah.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas PD. BPR BKK Kebumen menyelenggarakan usaha-usaha antara lain:
1. Membentuk permodalan dengan sistem kredit mudah, murah, dan mengarah pada masyarakat diwilayah Kebumen. Membentuk permodalan masyarakat diwilayah-wilayah kecamatan yang diarahkan pada peningkatan usaha dan peningkatan produksi.
2. Melindungi masyarakat dari pelepasan uang rentenir.
3. Membimbing masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami asas-asas ekonomi dan permodalan.
4.1.2. Struktur Organisasi PD BPR BKK Kebumen
Struktur organisasi merupakan salah satu bentuk perwujudan dari susunan dan pola kerja serta hubungan antar bagian-bagian, fungsi-fungsi dan posisi-posisi dan atau personal yang diberi tugas dan wewenang serta tanggung jawab. Dalam sebuah organisasi sangat bermanfaat untuk mengkoordinasikan pekerja para anggota organisasi untuk menjadi satu kesatuan yang terpadu dan harmonis (team work). Untuk itu kesalahan meletakan jabatan terhadap personal yang tidak sesuai dengan kemampuannya atau bidangnya, akan berdampak buruk pada sistem dan kinerja sebuah organisasi.
Kemudian sikap kapabel, kredibel dan akuntabel merupakan syarat utama bagi yang menduduki posisi penting agar dalam mengkoordinasikan organisasi berjalan dengan baik dan optimal. Rasa saling percaya dan saling melengkapi serta asah, asih dan asuh dalam mekanisme kerjanya juga merupakan aspek yang bisa dibiarkan. Koordinasi antar bagian antar anggota dalam melaksanakan tugasnya merupakan keharusan demi terciptanya situasi kerja yang optimal, harmonis dan kondusif.
Gambar 4.1
STRUKTUR ORGANISASI PD. BPR BKK KEBUMEN
1. Dewan Pengawas.
2. Direksi.
3. Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).
4. Bidang Umum.
5. Bidang Kredit.
6. Bidang Dana.
7. Sub Bidang Penghimpunan Dana.
8. Sub Bidang Pengawasan Kredit.
9. Sub Bidang Account Officer (AO).
10. Sub Bidang Perencanaan, Pelaporan TI, dan Akuntansi.
11. Sie. Kas.
4.2. Analisa Data Kualitatif
Pembahasan analisis hasil penelitian ini dimulai dari pelaporan karakteristik dari responden yang digunakan sebagai sampel penelitian, kemudian analisis kualitatif dan analisis linier berganda beserta dengan pengujian hipotesisnya. Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan beserta analisisnya dapat dilihat pada uraian berikut:
4.2.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan gambaran dari keberadaan responden yang terlibat dalam penelitian, yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, masa kerja, dan status bekerja. Dari seluruh sampel karyawan sejumlah 180 orang yang diteliti, ternyata hanya 64 kuesioner yang layak untuk di olah, sisanya 116 kuesioner tidak dapat diolah karena dalam pengisian pertanyaan tidak seluruhnya dijawab/ tidak lengkap.
Karakteristik responden penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis kelamin responden
Berdasarkan jenis kelaminnya, maka responden dalam penelitian ini dapat diklasifikasi sebagai berikut:
Tabel 4.1
Klasifikasi Responden Menurut Jenis Kelamin
No | Jenis Kelamin | Jumlah Responden | |
Dalam Angka | Prosentase | ||
1. 2. | Pria Wanita | 45 19 | 70,3 % 29,7 % |
Jumlah | 64 | 100 % |
Sumber: Data primer yang diolah
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang terpilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah pria yaitu sebanyak 45 orang (70,3%) dan sisanya sebanyak 19 orang (29,7%) adalah wanita. Ini di sebabkan karena pada saat pembagian koesioner yang paling banyak ditemukan adalah responden berjenis kelamin pria.
2. Umur responden
Berdasarkan umurnya, maka responden dalam penelitian ini dapat diklasifikasi seperti pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2
Klasifikasi Responden Menurut Umur Responden
No | Umur (Tahun) | Jumlah responden | |
Dalam Angka | Prosentase | ||
1. 2. 3. 4. | < 30 30-40 41-50 >51 | 14 23 22 5 | 21,9 % 35,9 % 34,4 % 7,8 % |
Jumlah | 64 | 100 % |
Sumber: Data primer yang diolah
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini berumur < 30 tahun yaitu sebanyak 14 orang (21,9 %), 30-40 tahun sebanyak 23 orang (35,9 %), 41-50 tahun sebanyak 22 orang (34,4 %), dan sisanya 5 orang (7,8%) responden berusia > 51 tahun.
3. Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuhnya, maka responden dalam penelitian ini, maka dapat diklasifikasikan seperti pada tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.3
Klasifikasi Responden Menurut Pendidikan
No | Pendidikan | Jumlah Responden | |
Dalam Angka | Prosentase | ||
1. 2. 3. | SLTA Diploma 3 Sarjana | 35 2 27 | 54,7% 3,1% 42,2% |
Jumlah | 64 | 100% |
Sumber: Data primer yang diolah
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan SLTA sejumlah 35 orang (54,7%), Diploma 3 sejumlah 2 orang (3,1%) dan Sarjana sejumlah 27 orang (42,2%).
4. Lama Bekerja Responden
Berdasarkan lama bekerja, responden dalam penelitian ini dapat diklasifikasi pada tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4
Klasifikasi Responden Menurut Lamanya Bekerja
No | Lama Bekerja (Th) | Jumlah Responden | |
Dalam Angka | Prosentase | ||
1. 2. 3. 4. | 4 - >10 10 - < 20 20 - < 25 >25 | 16 17 26 5 | 25% 26,6% 40,6% 7,8% |
Jumlah | 64 | 100% |
Sumber: Data primer yang diolah
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah bekerja lebih dari 20 -< 25 tahun yaitu sebanyak 26 orang (40,6%), bekerja antara > 25 tahun sebanyak 5 orang (7,8%), bekerja antara 10 -< 20 tahun sebanyak 17 orang (26,6%), sisanya bekerja kurang dari 4 -> 10 tahun sebanyak 16 orang (25%).
5. Status Kepegawaian
Berdasarkan status kepegawaian responden dalam penelitian ini dapat diklasifikasi pada tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5
Klasifikasi Responden Menurut Status Kepegawaian
No | Status Kepegawaian | Jumlah Responden | |
Dalam Angka | Prosentase | ||
1. | Pegawai Tetap | 64 | 100 % |
Jumlah | 64 | 100% |
Sumber: Data primer yang diolah
Tabel 4.5 menunjukkan sebagian besar responden berstatus Pegawai Tetap sebanyak 64 orang (100%).
Berdasarkan karakteristik responden diatas maka dapat disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah pria 45 orang (70,3%) berumur 41-50 tahun 22 orang (34,4%), pendidikan SLTA/Sederajat 35 orang (54,7%), lama bekerja lebih dari 20 -< 25 tahun 26 orang (40,6%) dan 100 % responden adalah pegawai tetap.
4.3.Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dalam bab ini diperoleh berdasarkan hasil penelitian. Selanjutnya setelah data kuantitatif terkumpul diolah menggunakan perhitungan statistik dengan bantuan komputer program SPSS versi 18.00 Adapun analisis yang digunakan sebagai berikut:
4.3.1. Uji Validitas
Suatu kuesioner dinyatakan valid apabila pertanyaan yang diajukan pada kuesioner tersebut mampu mengungkap sesuatu yang akan diukur pada kuesioner tersebut. Hasil uji validitas didapat dari hasil corrected item total correlation dengan ketentuan bahwa variabel yang akan diteliti dinyatakan valid apabila nilai corrected item total correlation adalah lebih besar bila dibandingkan dengan r tabel.
Untuk mengukur validitas dalam penelitian ini, telah didapat nilai r tabel yang diperoleh dari tabel r dengan uji satu arah, dengan taraf signifikan 5% diperoleh angka r tabel sebesar 0,204.
1. Variabel Kompensasi (X1)
Hasil analisis uji validitas variabel kompensasi semuanya dinyatakan valid/ sah, karena r hasil > r tabel artinya pertanyaan yang diajukan pada kuesioner tersebut mampu mengungkap sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Hasil analisis uji validitas kompensasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji Validitas Kompensasi
Nomor Butir | r hasil | sig | r tabel | Status |
1 | 0,691 | 0,000 | 0,204 | Valid |
2 | 0,761 | 0,000 | 0,204 | Valid |
3 | 0,591 | 0,000 | 0,204 | Valid |
4 | 0,671 | 0,000 | 0,204 | Valid |
Sumber: data primer
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa r hasil > r tabel. Hal ini berarti seluruh pertanyaan yang digunakan dalam variabel kompensasi dinyatakan valid (sah).
2. Variabel Kondisi kerja (X2)
Hasil analisis uji validitas variabel kondisi kerja dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Validitas Kondisi kerja
Nomor Butir | r hasil | sig | r tabel | Status |
1 | 0,721 | 0,000 | 0,204 | Valid |
2 | 0,717 | 0,000 | 0,204 | Valid |
3 | 0,609 | 0,000 | 0,204 | Valid |
4 | 0,662 | 0,000 | 0,204 | Valid |
5 | 0,698 | 0,000 | 0,204 | Valid |
Sumber: data primer
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa r hasil > r tabel. Hal ini berarti seluruh pertanyaan yang digunakan dalam variabel kondisi kerja dinyatakan valid (sah).Hasil.
3. Variabel Hubungan sesama karyawan (X3)
Hasil analisis uji hubungan sesama karyawan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Uji Validitas Hubungan sesama karyawann
Nomor Butir | r hasil | sig | r tabel | Status |
1 | 0,672 | 0,000 | 0,204 | Valid |
2 | 0,724 | 0,000 | 0,204 | Valid |
3 | 0,596 | 0,000 | 0,204 | Valid |
4 | 0,690 | 0,000 | 0,204 | Valid |
5 | 0,777 | 0,000 | 0,204 | Valid |
6 | 0,672 | 0,000 | 0,204 | Valid |
Sumber: data primer
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa r hasil > r tabel. Hal ini berarti bahwa seluruh pertanyaan yang digunakan dalam variabel hubungan sesama karyawan dinyatakan valid (sah).
4. Variabel Kinerja karyawan (Y)
Hasil analisis uji validitas kinerja karyawa dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 4.9
Hasil Uji Validitas Kinerja Karyawan
Nomor Butir | r hasil | sig | r tabel | Status |
1 | 0,737 | 0,000 | 0,204 | Valid |
2 | 0,712 | 0,000 | 0,204 | Valid |
3 | 0,648 | 0,000 | 0,204 | Valid |
4 | 0,621 | 0,000 | 0,204 | Valid |
Sumber: data primer
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa r hasil > r tabel. Hal ini berarti bahwa seluruh pertanyaan yang digunakan dalam variabel kinerja karyawan dinyatakan valid (sah).
4.3.2. Uji Reliabilitas.
Uji reliabilitas butir dilakukan dengan ketentuan, jika r Alpha > r tabel, maka butir atau variabel tersebut reliabel dan sebaliknya jika r alpha < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak reliabel.
Tabel 4.10
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian
No | Variabel | Koefisien Reliabilitas | Keterangan |
1. | Kompensasi | 0,607 | Reliabel |
2. | Kondisi kerja | 0,711 | Reliabel |
3. | Hubungan sesama karyawan | 0,775 | Reliabel |
4. | Kinerja karyawan | 0,614 | Reliabel |
Berdasarkan tabel diatas hasil analisis dapat dijelaskan bahwa seluruh pertanyaan yang digunakan dalam variabel dinyatakan reliabel (andal) dan dapat kita lihat pada tabel koefisien Cronbach Alpha yang nilainya > 0,6 menurut Sugiyono (2008).
4.3.3. Uji Asumsi Klasik
4.3.3.1 Multikolinieritas
Tabel 4.11
Coefficientsa
Variabel | Tolerance | VIF |
Kompensasi | 0,323 | 3,100 |
Kondisi kerja | 0,327 | 3,063 |
Hubungan sesama karyawan | 0,620 | 1,613 |
Berdasarkan tabel coefficients diatas dapat dijelaskan bahwa pada bagian collinearity statistic menunjukan bahwa nilai VIF di sekitar angka 1 atau mempunyai angka tolerance mendekati 1, dan besaran korelasi antar variabel independen haruslah lemah (dibawah 0,5). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa model regresi ini tidak terdapat multikolinieritas, sehingga model regresi dapat dipakai.
4.3.3.2 Heteroskedastisitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual disuatu pengamatan ke pengamatan yang lain, hasil analisis diperoleh sebagai berikut:
Gambar 4.2
Uji Heteroskedastisitas 1
Berdasarkan gambar grafik uji heteroskedastisitas diatas menunjukan bahwa tidak ada pola tertentu, seperti titik-titik (poin) yang membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) dan tidak ada pola yang jelas maka dapat disimpulkan model regresi dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.3.3.3 Normalitas
Analisis ini untuk menguji apakah data sebuah model regresi, variable dependen, variabel independen/ keduanya mempunyai distribusi normal/ mendekati normal. Adapun hasil analisis diperoleh sebagai berikut:
Gambar 4.3
Uji Normalitas
Berdasarkan gambar grafik uji normalitas terlihat bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
4.3.4. Uji Parsial (Uji t)
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel independen. Pengambilan keputusan berdasarkan tingkat signifikan berdasarkan probabilitas: Jika probalilitas > 0,05 maka koefisien regresi tidak signifikan, Jika probalilitas < 0,05 maka koefisien regresi signifikan. Untuk mengetahui hasil analisis uji t dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.12
Tingkat Signifikan Koefisien Regresi
Hasil Perhitungan Program SPSS
Variabel | t hitung | Tingkat Signifikan |
Konstanta (a) | 0,899 | 0,372 |
Kompensasi | 3,128 | 0,003 |
Kondisi kerja | 1,809 | 0,076 |
Hubungan sesama karyawan | 2,197 | 0,032 |
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa:
1. Kompensasi.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa hasil thitung sebesar 3,128 > ttabel 1,669 dengan tingkat signifikan 0,05 ini berarti variabel kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
2. Kondisi kerja.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa hasil thitung sebesar 1,809 > ttabel 1,669 dengan tingkat signifikan 0,05 ini berarti variable kondisi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
3. Hubungan sesama karyawan
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa hasil thitung sebesar 2,197 > ttabel 1,669 dengan tingkat signifikan 0,05 ini berarti variabel hubungan sesama karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
4.3.5. Uji F
Tabel 4.13
Model Summary
Model | Fhitung | Tingkat Signifikan |
Regresi | 34,941 | .000a |
Dari hasil olah data diperoleh Fhitung sebesar 34,941 dengan tingkat signifikan 0,000a, karena probabilitas 0,000a jauh lebih kecil dari 0,05 bisa dikatakan bahwa semua variabel berpengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan.
4.3.6. Koefisien Determinasi
Tabel 4.14
Model Summary
Model | R Square |
1 | 0,636 |
Nilai koefisien determinan di peroleh 0,636 artinya 64% kinerja karyawan dipengaruhi oleh variabel kompensasi, kondisi kerja dan hubungan sesama karyawan, sebaliknya 36% disebabkan oleh variabel lain yang tidak ada dalam penelitian ini.
4.4.Analisa Regresi
Analisa ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variable-variabel kompensasi, kondisi kerja, dan hubungan sesama karyawan terhadap kinerja karyawan PD. BPR BKK Kebumen dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + €
Dimana:
Y = Kinerja karyawan
X1 = Kompensasi
X2 = Kondisi kerja
X3 = Hubungan sesama karyawan
a = bilangan konstanta
€ = error
b = koefisien regresi untuk kompensasi, kondisi kerja,
dan hubungan sesama karyawan.
Adapun hasil dari perhitungan dengan menggunakan bantuan computer program SPSS dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel 4.15
Regresi berganda hasil perhitungan program SPSS
Variabel | Hasil penghitungan SPSS |
Konstanta (a) | 0,899 |
Kompensasi | 3,128 |
Kondisi kerja | 1,809 |
Hubungan sesama karyawan | 2,197 |
Berdasarkan table di atas, maka dapat dibuat persamaan regresinya sebagai berikut:
Y = 0,899 + 3,128 + 1,809 + 2,197
Kemudian nilai-nilai a, b1, b2, b3 dijelaskan sebagai berikut:
1. Konstanta (a) = 0,899
Menunjukan nilai konstanta atau nilai tetap yang tidak terpengaruh oleh dinamika kompensasi, kondisi kerja, dan hubungan sesama karyawan, maka nilai kinerja karyawan sebesar 0,899.
2. Variabel Independen
a. X1 = 3,128
Koefisien regresi untuk X1 sebesar 3,128, artinya setiap penambahan 1 satuan pada variable kompensasi (X1) maka akan meningkatkan kinerja karyawan sebesar 3,128.
b. X2 = 1,809
Koefisien regresi untuk X2 sebesar 1,809, artinya setiap penambahan 1 satuan pada variable kondisi kerja (X2) maka akan meningkatkan kinerja karyawan sebesar 1,809.
c. X3 = 2,197
Koefisien regresi untuk X3 sebesar 2,197, artinya setiap penambahan 1 satuan pada variable hubungan sesama karyawan (X3) maka akan meningkatkan kinerja karyawan sebesar 2,197.
4.5.Pembuktian Hipotesis
1. Pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kompensasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, artinya bahwa kompensasi memang sangat diperlukan oleh seorang karyawan untuk dapat mencapai suatu kinerja karyawan yang tinggi meskipun menurut sifatnya kinerja karyawan itu sendiri besarannya sangat relatif atau berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Tetapi secara keseluruhan, para responden menyatakan bahwa selama bekerja mereka menyatakan merasa puas atas kompensasi yang selama ini diberikan oleh manajemen kepada para karyawan. Ini sesuai dengan penelitian/ pendapat dari (Dessier, 1998:85), yang menyatakan bahwa kinerja karyawan akan terbentuk/ meningkat dipengaruhi faktor kompensasi
2. Pengaruh kondisi kerja terhada kinerja karyawan.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kondisi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, artinya bahwa kondisi kerja memang sangat diperlukan oleh seorang karyawan untuk dapat mencapai suatu kinerja karyawan yang tinggi meskipun menurut sifatnya kinerja karyawan itu sendiri besarannya sangat relatif atau berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Tetapi secara keseluruhan, para responden menyatakan bahwa selama bekerja mereka menyatakan merasa puas atas kondisi kerja yang selama ini diberikan oleh manajemen kepada para karyawan. Ini sesuai dengan penelitian/ pendapat dari (Luthans, 1995:128) yang menyatakan bahwa kinerja karyawan akan terbentuk/ meningkat dipengaruhi faktor kondisi kerja.
3. Pengaruh hubungan sesama karyawan terhadap kinerja karyawan.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa hubungan sesama karyawan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, artinya hubungan sesama karyawan merupakan suatu konsep yang dapat dijadikan sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi dan organisasi, serta dampak yang dihasilkan, karena tanpa ukuran yang valid dan reliable dari aspek kritis hubungan sesama karyawan maka pernyataan tentang dampak hubungan sesama karyawan pada kinerja karyawan akan terus berdasarkan pada spekulasi, observasi personal dan studi kasus. Ini sesuai dengan penelitian/ pendapat dari Nurul (1995) yang menyatakan bahwa kinerja karyawan akan terbentuk/ meningkat dipengaruhi faktor hubungan sesama karyawan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan regresi dengan dua jalur dan pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada Bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, ini membuktikan bahwa kompensasi menjadi hal yang sangat penting bagi kinerja karyawan dalam meningkatkan kinerja. Sehingga semakin tinggi kompensasi terhadap penghargaan karyawan akan meningkatkan kinerja pada PD. BPR BKK Kebumen.
2. Kondisi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, ini membuktikan bahwa kondisi kerja menjadi hal yang sangat penting bagi kinerja karyawan dalam meningkatkan kinerja. Sehingga semakin baik kondisi kerja akan meningkatkan kinerja pada PD.BPR BKK Kebumen.
3. Hubungan sesama karyawan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, ini membuktikan bahwa hubungan sesama karyawan menjadi hal yang sangat penting bagi kinerja karyawan dalam meningkatkan kinerja. Sehingga semakin nyaman hubungan sesama karyawan akan meningkatkan kinerja pada PD. BPR BKK kebumen.
4. Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian membuktikan bahwa semakin ditingkatkan kepuasan kerja karyawan akan menjadi hal yang sangat penting bagi peningkatan kinerja karyawan pada PD. BPR BKK Kebumen.
5.2.Saran
Agar PD BPR BKK Kebumen mampu bersaing dengan baik hendaknya memperhatikan kualitas sumber daya yang ada dan perlu memberikan dorongan melalui pemenuhan kebutuhan karyawannya. Oleh karena itu PD. BPR BKK Kebumen perlu memberikan kompensasi yang dianggap layak bagi karyawannya. Penelitian membuktikan bahwa kompensasi yang layak akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan melalui kesesuaian harapan karyawan, adil dalam pemberian kompensasi sesuai dengan prestasi karyawan agar kepuasan kerja tercapai. Disamping itu kompensasi yang diberikan harus bisa bersaing dengan BPR lain yang ada di Kabupaten Kebumen.
Selain itu dari hasil penelitian membuktikan bahwa kondisi kerja yang nyaman akan membangun kepuasan kerja sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan. Oleh karena itu PD. BPR BKK Kebumen perlu memberikan jaminan keamanan terhadap karyawan dalam bekerja. PD. BPR BKK Kebumen perlu mendorong dan memberikan jam kerja secara proporsional agar tercipta semangat kerja karyawan. Tata ruang yang nyaman perlu diberikan PD. BPR BKK Kebumen agar dalam bekerja tercipta suasana yang nyaman. Fasilitas kerja juga perlu diberikan PD.BPR BKK Kebumen agar pelaksanaan kerja menjadi lebih efisien.
Agar tercipta suasana kerja yang mendukung kinerja karyawan, hubungan sesama karyawan perlu dibangun PD. BPR BKK Kebumen. Hasil penelitian membuktikan bahwa hubungan sesama karyawan menjadi poin penting dalam peningkatan kinerja. Oleh karena itu hubungan harmonis perlu dibangun melalui komitmen sesama karyawan dalam memberikan dukungan dan motivasi, semangat kerja, ruang dan waktu untuk berkomunikasi diantara karyawan, pemberian saran dan kritik tepat pada tempatnya dan peluang yang sama dalam kesempatan berkarir sehingga peningkatan kinerja yang diharapkan PD. BPR BKK Kebumen dapat tercapai.
Kunjungi kami :