Subscribe to RSS feed

Search

Translator

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Jumat, 11 Juni 2010

TUNJANGAN PROFESI GURU DAN DOSEN

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 101/PMK.05/2010

TENTANG

TATA CARA PEMBAYARAN
TUNJANGAN PROFESI GURU DAN DOSEN, TUNJANGAN KHUSUS
GURU DAN DOSEN, SERTA TUNJANGAN KEHORMATAN PROFESOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor;
Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5016);
2. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI GURU DAN DOSEN, TUNJANGAN KHUSUS GURU DAN DOSEN, SERTA TUNJANGAN KEHORMATAN PROFESOR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Profesor adalah jabatan fungsional tertinggi Dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4. Tunjangan Profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada Guru dan Dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
5. Tunjangan Khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada Guru dan Dosen yang ditugaskan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
6. Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
7. Tunjangan Kehormatan adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen yang memiliki jabatan akademik Profesor.
8. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disebut DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran yang disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
9. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, yang selanjutnya disingkat KPPN, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara.
10. Surat Permintaan Pembayaran Belanja Pegawai, yang selanjutnya disebut SPP Belanja Pegawai, adalah suatu dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen yang berisi permintaan pembayaran belanja pegawai kepada Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar sejumlah uang atas beban bagian anggaran yang dikuasainya.
11. Surat Perintah Membayar Langsung, yang selanjutnya disebut SPM-LS, adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat Penanda Tangan SPM untuk dan atas nama Pengguna Anggaran kepada Bendahara Umum Negara atau kuasanya berdasarkan SPP untuk melakukan pembayaran sejumlah uang kepada pihak dan atas beban bagian anggaran yang ditunjuk dalam SPP berkenaan.
12. Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disebut SP2D, adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara kepada Bank Operasional/Kantor Pos dan Giro berdasarkan SPM untuk memindahbukukan sejumlah uang dari Kas Negara ke rekening pihak yang ditunjuk dalam SPM berkenaan.
13. Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai, yang selanjutnya disingkat PPABP, adalah pembantu Kuasa Pengguna Anggaran yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola pelaksanaan belanja pegawai.
14. Daftar Pembayaran Perhitungan adalah daftar yang dibuat oleh PPABP dan ditandatangani Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen/Kepala Kantor/Satuan Kerja dan Bendahara Pengeluaran yang memuat besaran uang Tunjangan Profesi/Tunjangan Khusus/Tunjangan Kehormatan masing-masing penerima hak dan potongan pajak serta jumlah bersih yang diterima penerima hak.
15. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak, yang selanjutnya disingkat SPTJM, adalah surat yang dibuat oleh Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen yang memuat pernyataan bahwa seluruh pengeluaran untuk pembayaran belanja telah dihitung dengan benar dan disertai kesanggupan untuk mengembalikan kepada negara apabila terdapat kelebihan pembayaran.

16. Surat Setoran Pajak, yang selanjutnya disingkat SSP, adalah surat yang digunakan wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara melalui kantor penerima pembayaran.
17. Arsip Data Komputer, yang selanjutnya disingkat ADK, adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur:
a. Tunjangan Profesi Guru dan Dosen;
b. Tunjangan Khusus Guru dan Dosen; dan
c. Tunjangan Kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan akademik profesor.

BAB III
ALOKASI DANA
Pasal 3
(1) Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus Guru baik Pegawai Negeri Sipil maupun bukan Pegawai Negeri Sipil dialokasikan dalam anggaran pemerintah pusat dan/atau anggaran pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor baik Pegawai Negeri Sipil maupun bukan Pegawai Negeri Sipil dialokasikan pada DIPA Kementerian/Lembaga yang membawahinya.
Pasal 4
Pembayaran Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus, dan Tunjangan Kehormatan tidak boleh melampaui pagu anggaran yang tersedia dalam DIPA.
BAB IV
BESARAN TUNJANGAN
Pasal 5
1. Tunjangan Profesi bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional Guru dan Dosen diberikan setiap bulan sebesar 1 (satu) kali gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Tunjangan Profesi bukan Pegawai Negeri Sipil diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi akademik yang berlaku bagi Guru dan Dosen Pegawai Negeri Sipil.
3. Tunjangan Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional Guru dan Dosen yang ditugaskan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah di daerah khusus sesuai peraturan perundang-undangan diberikan setiap bulan sebesar 1 (satu) kali gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.


4. Tunjangan Khusus bukan Pegawai Negeri Sipil diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi akademik yang berlaku bagi Guru dan Dosen Pegawai Negeri Sipil.
5. Tunjangan Kehormatan bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan profesor diberikan setiap bulan sebesar 2 (dua) kali gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tunjangan Kehormatan bukan Pegawai Negeri Sipil diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi akademik yang berlaku bagi profesor Pegawai Negeri Sipil.
BAB V
PELAKSANAAN PEMBAYARAN
Pasal 6
(1) Tunjangan Profesi diberikan mulai bulan Januari tahun berikutnya setelah yang bersangkutan mendapat Sertifikat Pendidik yang telah diberi Nomor Registrasi Guru dan Dosen dari Kementerian Pendidikan Nasional atau Kementerian Agama.
(2) Tunjangan Khusus diberikan setelah yang bersangkutan secara nyata melaksanakan tugas di daerah khusus.
(3) Tunjangan Kehormatan diberikan terhitung mulai bulan Januari tahun berikutnya setelah yang bersangkutan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal terdapat tunggakan atau kekurangan bayar atas tunjangan/rapel dari tahun lalu, dapat diajukan tagihan dan dilakukan pembayaran sepanjang pagu DIPA tersedia tanpa harus melakukan revisi DIPA tahun anggaran berjalan.
(5) Terhadap Tunjangan Profesi/Tunjangan Khusus/Tunjangan Kehormatan yang diterima oleh Guru/Dosen/Profesor Pegawai Negeri Sipil dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan tarif 15% (lima belas per seratus) dan bersifat final sedangkan untuk Tunjangan Profesi/Tunjangan Khusus/Tunjangan Kehormatan yang diterima oleh Guru/Dosen/Profesor bukan Pegawai Negeri Sipil dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan tarif progresif sesuai ketentuan perpajakan.
(6) Pembayaran Tunjangan Profesi pada Kementerian Pendidikan Nasional yang diperbantukan di Kementerian Agama dan disertifikasi oleh Kementerian Agama, dibebankan pada DIPA Kementerian Agama dan sebaliknya.
(7) Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus, dan Tunjangan Kehormatan tidak termasuk pengertian tunjangan yang dapat dibayarkan sebagai tunjangan bulan ketiga belas.
(8) Permintaan pembayaran Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus, dan Tunjangan Kehormatan diajukan secara terpisah dari gaji induk.
Pasal 7
Pembayaran Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus, dan Tunjangan Kehormatan dihentikan apabila Guru/Dosen/Profesor yang bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang dinyatakan dengan surat keputusan dari pejabat yang berwenang.



BAB VI
PROSEDUR PENGAJUAN SPP, PENGAJUAN SPM, DAN
PENERBITAN SP2D
Pasal 8
(1) PPABP menyampaikan Daftar Pembayaran Perhitungan Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus, dan Tunjangan Kehormatan yang dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini dan disertai dokumen pendukung, kepada Pejabat Pembuat Komitmen, yang dibuat dalam 2 (dua) rangkap.
(2) Dokumen pendukung Daftar Pembayaran Perhitungan Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus, dan Tunjangan Kehormatan adalah sebagai berikut:
a. Pembayaran Tunjangan Profesi:
1. Daftar penerimaan tunjangan bersih untuk pembayaran tunjangan yang dilaksanakan secara langsung kepada rekening masing-masing pegawai;
2. Fotokopi Sertifikat Pendidik yang telah diberi nomor registrasi Guru dan Dosen dari Kementerian Pendidikan Nasional atau Kementerian Agama yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang dan dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
3. Fotokopi Keputusan Menteri Pendidikan Nasional atau Menteri Agama tentang penetapan atau pemberhentian Guru dan Dosen penerima tunjangan yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang dan dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
4. Asli Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT), yang dilampirkan di awal penugasan sebagai Guru/Dosen;
5. Asli Surat Pernyataan Masih Menduduki Jabatan (SPMJ), yang dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
6. SPTJM; dan
7. SSP PPh Pasal 21.
b. Pembayaran Tunjangan Khusus:
1. Daftar penerimaan tunjangan bersih untuk pembayaran tunjangan yang dilaksanakan secara langsung kepada rekening masing-masing pegawai;
2. Fotokopi Keputusan Penugasan di Daerah Khusus yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang dan dilampirkan pada saat pertama kali Guru/Dosen mendapatkan tunjangan;
3. Asli SPMT yang dilampirkan di awal penugasan;
4. Asli SPMJ yang dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
5. SPTJM; dan
6. SSP PPh Pasal 21.
c. Pembayaran Tunjangan Kehormatan:
1. Daftar penerimaan tunjangan bersih untuk pembayaran tunjangan yang dilaksanakan secara langsung kepada rekening masing-masing pegawai;


2. Fotokopi Keputusan Pengangkatan Jabatan Akademik Profesor yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang dan dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
3. Asli SPMT yang dilampirkan di awal penugasan sebagai profesor;
4. Asli SPMJ yang dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
5. SPTJM;
6. SSP PPh Pasal 21.
(3) Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) SPTJM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(5) Pejabat Pembuat Komitmen melakukan penelitian terhadap Daftar Pembayaran Perhitungan Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus, dan Tunjangan Kehormatan beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai dasar dalam pengajuan SPP-LS kepada Pejabat Penanda Tangan SPM.
Pasal 9
(1) PPK menyampaikan SPP-LS dan dokumen pendukung secara lengkap dalam rangkap 2 (dua) kepada Pejabat Penanda Tangan SPM.
(2) Pejabat Penanda Tangan SPM melakukan penelitian dan pengujian atas kebenaran material dan formal SPP-LS dan dokumen pendukungnya.
(3) Penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain:
a. Kesesuaian antara perhitungan dalam Daftar Pembayaran Perhitungan dengan kelengkapan dan kebenaran dokumen pendukung SPP;
b. Ketersediaan pagu belanja berkenaan dalam DIPA;
c. Memeriksa kebenaran Surat Keputusan Kementerian Pendidikan Nasional atau Kementerian Agama tentang penetapan/ pemberhentian Guru, Dosen, atau Profesor penerima Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus, dan Tunjangan Kehormatan serta memeriksa kebenaran Sertifikat Pendidik yang telah diberi nomor registrasi Guru dan Dosen; dan
d. Meneliti kebenaran perhitungan potongan PPh Pasal 21.
(4) Setelah melakukan penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Penanda Tangan SPM membuat dan menandatangani SSP PPh Pasal 21 dan SPM-LS.
(5) SPM-LS ditujukan kepada penerima tunjangan (Guru/Dosen/Profesor) melalui rekening masing-masing.
(6) Dalam hal pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat dilaksanakan, pembayaran secara langsung (LS) melalui rekening Bendahara Pengeluaran dilaksanakan setelah mendapat dispensasi dari Kepala KPPN.
Pasal 10
Pejabat Penanda Tangan SPM mengajukan SPM-LS disertai ADK SPM-LS kepada KPPN dengan dilampiri:


a. SPM-LS Tunjangan Profesi:
1. Daftar Pembayaran Perhitungan Tunjangan Profesi;
2. Daftar Penerimaan Tunjangan Bersih untuk pembayaran tunjangan yang dilaksanakan secara langsung kepada rekening masing-masing pegawai;
3. Fotokopi Sertifikat Pendidik yang telah diberi nomor registrasi Guru dan Dosen dari Kementerian Pendidikan Nasional atau Kementerian Agama yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang dan dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
4. Fotokopi Keputusan Menteri Pendidikan Nasional atau Menteri Agama tentang penetapan atau pemberhentian Guru dan Dosen penerima tunjangan yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang dan dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
5. Asli SPMT yang dilampirkan di awal penugasan sebagai Guru/Dosen;
6. Asli SPMJ yang dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
7. SPTJM; dan
8. SSP PPh Pasal 21.
b. SPM-LS Tunjangan Khusus
1. Daftar Pembayaran Perhitungan Tunjangan Khusus;
2. Daftar Penerimaan Tunjangan Bersih untuk pembayaran tunjangan yang dilaksanakan secara langsung kepada rekening masing-masing pegawai;
3. Fotokopi Keputusan Penugasan di Daerah Khusus yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang dan dilampirkan pada saat pertama kali Guru/Dosen mendapat tunjangan;
4. Asli SPMT yang dilampirkan di awal penugasan;
5. Asli SPMJ yang dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
6. SPTJM; dan
7. SSP PPh Pasal 21.
c. SPM-LS Tunjangan Kehormatan
1. Daftar Pembayaran Perhitungan Tunjangan Kehormatan;
2. Daftar penerimaan tunjangan bersih untuk pembayaran tunjangan yang dilaksanakan secara langsung kepada rekening masing-masing pegawai;
3. Fotokopi Keputusan Pengangkatan Jabatan Akademik Profesor yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang dan dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
4. Asli SPMT yang dilampirkan diawal penugasan sebagai profesor;
5. Asli SPMJ yang dilampirkan setiap awal tahun anggaran;
6. SPTJM; dan
7. SSP PPh Pasal 21.



Pasal 11
Penerbitan SP2D dilaksanakan setelah diterimanya SPM-LS Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus, dan Tunjangan Kehormatan beserta dokumen pendukung dalam keadaan lengkap.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 12
(1) Tunjangan Profesi bagi Guru di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional yang lulus Sertifikasi Pendidik kuota sebelum tahun 2008 dibayarkan terhitung mulai tanggal ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
(2) Tunjangan Profesi bagi Guru dan Dosen di lingkungan Kementerian Agama yang memperoleh sertifikat pendidik sebelum tahun 2008 dibayarkan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2008.
(3) Tunjangan Kehormatan bagi Dosen yang memiliki jabatan akademik Profesor sebelum tahun 2009 dibayarkan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009.
(4) Tunjangan khusus atau bantuan kesejahteraan bagi Guru dan Dosen di daerah khusus yang dibebankan pada anggaran pemerintah yang telah dibayarkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor, bersifat final.
(5) Pembayaran tunjangan khusus atau bantuan kesejahteraan bagi Guru dan Dosen di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihentikan sejak tanggal 8 Juni 2009.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 2010
MENTERI KEUANGAN,


SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 236






LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 101/ PMK. 05/ 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI GURU DAN DOSEN, TUNJANGAN KHUSUS GURU DAN DOSEN, SERTA TUNJANGAN KEHORMATAN PROFESOR

DAFTAR PEMBAYARAN PERHITUNGAN TUNJANGAN
DAFTAR PEMBAYARAN PERHITUNGAN
TUNJANGAN PROFESI
Satuan Kerja :
Bulan :
NO NAMA/NIP GOLONGAN/
RUANG BESARNYA
TUNJANGAN PPH PASAL 21 JUMLAH
BERSIH TANDA TANGAN/
NOMOR REKENING
1 2 3 4 5 6=(4-5) 7



Jumlah

Mengetahui,
Kuasa Pengguna Anggaran/
Pejabat Pembuat Komitmen,
Bendahara
Pengeluaran, (tempat, tanggal, bulan, dan tahun)
Petugas Petugas Pengelolaan
Administrasi Belanja Pegawai,



(nama lengkap) (nama lengkap) (nama lengkap)
NIP NIP NIP
Catt : diabaikan, seperti Format yang biasa dikirimkan oleh Dinas Kabupaten / Kota.


LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 101/ PMK. 05/ 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI GURU DAN DOSEN, TUNJANGAN KHUSUS GURU DAN DOSEN, SERTA TUNJANGAN KEHORMATAN PROFESOR

DAFTAR PEMBAYARAN PERHITUNGAN TUNJANGAN
DAFTAR PEMBAYARAN PERHITUNGAN
TUNJANGAN PROFESI

Satuan Kerja :
Bulan :
NO NAMA/NIP GOLONGAN/
RUANG BESARNYA
TUNJANGAN PPH PASAL 21 JUMLAH
BERSIH TANDA TANGAN/
NOMOR REKENING
1 2 3 4 5 6=(4-5) 7



Jumlah

Mengetahui,
Kuasa Pengguna Anggaran/
Pejabat Pembuat Komitmen,
Bendahara
Pengeluaran, (tempat, tanggal, bulan, dan tahun)
Petugas Petugas Pengelolaan
Administrasi Belanja Pegawai,





Drs. H. MAHAR MOEGIYONO HN (nama lengkap) (nama lengkap)
NIP. 19541018 198503 1 005 NIP NIP




LAMPIRAN III : PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 101/ PMK. 05/ 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI GURU DAN DOSEN, TUNJANGAN KHUSUS GURU DAN DOSEN, SERTA TUNJANGAN KEHORMATAN PROFESOR

PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA
Jl. Pahlawan No. 175 Telepon 381447
K E B U M E N 54311

SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK
Nomor : .

Nama : Drs. H. MAHAR MOEGIYONO HN
NIP : 19541018 198503 1 005
Jabatan : Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Kebumen

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1. Perhitungan yang terdapat pada Daftar Pembayaran Tunjangan Profesi bulan Januari tahun 2010 telah dihitung dengan benar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Apabila di kemudian hari terdapat kelebihan atas pembayaran Tunjangan Profesi tersebut, kami bersedia untuk menyetor kelebihan tersebut ke Kas Negara.

Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya.

Kebumen, 01 Januari 2010

Pengguna Anggaran/
Kuasa PenggunaAnggaran/
Pejabat Pembuat Komitmen,



Drs. H. MAHAR MOEGIYONO HN
NIP. 19541018 198503 1 005





MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 103/PMK.09/2010

TENTANG

TATA CARA PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PELAPORAN PELANGGARAN
(WHISTLEBLOWING) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 telah diatur mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi;
b. bahwa untuk mendorong peran serta pejabat/pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi serta penyalahgunaan wewenang oleh pejabat/pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan atas layanan yang diberikan oleh Kementerian Keuangan, perlu melakukan pengelolaan dan menindaklanjuti setiap laporan pelanggaran yang terjadi di Lingkungan Kementerian Keuangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450);
9. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;

10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 462/KMK.09/2004 tentang Tata Cara Investigasi oleh Inspektorat Bidang Investigasi pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan;
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143.1/PMK.01/2009;

Memperhatikan : Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Pelanggaran adalah perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, kode etik, dan kebijakan Kementerian Keuangan, serta tindakan lain yang sejenis berupa ancaman langsung atas kepentingan umum, serta Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan.
2. Pelapor Pelanggaran (whistleblower) adalah pegawai/pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan dan masyarakat.
3. Pengaduan adalah informasi yang disampaikan oleh Pelapor Pelanggaran (whistleblower) sehubungan dengan adanya Pelanggaran.
4. Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin adalah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
5. Saluran Pengaduan adalah sarana yang digunakan untuk menyampaikan pengaduan.
6. Unit Kepatuhan Internal adalah unit kerja setingkat Eselon II di Lingkungan Unit Eselon I yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan internal di Lingkungan Unit Eselon I yang bersangkutan.
7. Unit Tertentu adalah unit kerja setingkat Eselon II di Lingkungan Unit Eselon I yang ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan Unit Eselon I, untuk menerima, mengelola, dan menindaklanjuti Pengaduan.
Pasal 2
(1) Setiap pejabat/pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan yang melihat atau mengetahui adanya Pelanggaran, wajib melaporkannya kepada Unit Kepatuhan Internal atau Unit Tertentu dan/atau Inspektorat Jenderal.
(2) Masyarakat yang melihat atau mengetahui adanya Pelanggaran dan/atau merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh pejabat/pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan, dapat melaporkannya kepada Unit Kepatuhan Internal atau Unit Tertentu dan/atau Inspektorat Jenderal.
Pasal 3
(1) Dalam hal Unit Eselon I belum memiliki Unit Kepatuhan Internal, Pimpinan Unit Eselon I wajib menunjuk Unit Tertentu.
(2) Unit Kepatuhan Internal dan Unit Tertentu pada Unit Eselon I bertindak sebagai unit yang menerima, mengelola, dan menindaklanjuti Pengaduan.
(3) Inspektorat Jenderal bertindak sebagai unit kerja yang menerima, mengelola, dan menindaklanjuti Pengaduan dan sebagai koordinator yang mengawasi pelaksanaan pengelolaan Pengaduan pada seluruh Unit Eselon I.
Pasal 4
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan Pengaduan yang dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung kepada Unit Kepatuhan Internal, Unit Tertentu, dan/atau Inspektorat Jenderal.
(2) Penyampaian laporan secara langsung dapat dilakukan melalui Saluran Pengaduan yang berupa help desk yang wajib disediakan oleh Unit Kepatuhan Internal, Unit Tertentu, dan Inspektorat Jenderal.
(3) Penyampaian laporan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui Saluran Pengaduan berupa telepon, faksimili, layanan pesan singkat (SMS), kotak pengaduan, surat elektronik (email), dan PO BOX, yang wajib disediakan oleh Unit Kepatuhan Internal, Unit Tertentu, dan Inspektorat Jenderal.
(4) Unit Eselon I dan/atau Unit Vertikal Eselon I wajib memublikasikan Saluran Pengaduan yang dimiliki Inspektorat Jenderal dan Unit Kepatuhan Internal atau Unit Tertentu pada Unit Eselon I yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) paling kurang pada papan pengumuman resmi kantor secara terus-menerus dan media massa cetak secara berkala 2 (dua) kali dalam setahun.
(5) Unit Vertikal Eselon I wajib mencantumkan Saluran Pengaduan yang dimiliki Inspektorat Jenderal dan Unit Kepatuhan Internal atau Unit Tertentu pada Unit Eselon I yang bersangkutan berupa nomor telepon, nomor tujuan SMS, dan alamat email pada amplop dan map kantor.


Pasal 5
(1) Dalam pengelolaan Pengaduan, Unit Kepatuhan Internal, Unit Tertentu, dan Inspektorat Jenderal mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. mengadministrasikan Pengaduan;
b. menganalisis Pengaduan untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu Pengaduan ditindaklanjuti ke pemeriksaan;
c. melakukan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi; dan
d. membuat laporan pengelolaan Pengaduan, pemeriksaan, dan tindak lanjut atas rekomendasi.
(2) Dalam hal ditemukan indikasi pelanggaran disiplin berat, Unit Kepatuhan Internal dan Unit Tertentu wajib meneruskan proses Pengaduan kepada Inspektorat Jenderal untuk ditindaklanjuti.
Pasal 6
(1) Unit Kepatuhan Internal, Unit Tertentu, dan Inspektorat Jenderal dengan pertimbangan tertentu dapat melimpahkan tindak lanjut penyelesaian Pengaduan kepada Pejabat Eselon II dari Unit Eselon I yang berwenang menindaklanjuti.
(2) Pejabat Eselon II yang mendapatkan pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti penyelesaian Pengaduan dan melaporkan hasilnya kepada Unit Kepatuhan Internal, Unit Tertentu, atau Inspektorat Jenderal sebagai pihak yang memberikan pelimpahan.
Pasal 7
Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dapat berupa:
a. penjatuhan hukuman disiplin;
b. pengembalian kerugian negara;
c. penyampaian hasil pemeriksaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
d. penyampaian hasil pemeriksaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 8
(1) Rekomendasi berupa penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a wajib disampaikan kepada Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin.
(2) Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin wajib melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya rekomendasi hasil pemeriksaan tersebut oleh Pimpinan Unit Eselon I.
(3) Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan tembusan Surat Keputusan penjatuhan hukuman disiplin kepada Inspektur Jenderal.
(4) Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi hukuman disiplin atas usul Inspektur Jenderal kepada Pimpinan Unit Eselon I atau Menteri Keuangan.
Pasal 9
Rekomendasi berupa pengembalian kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b wajib disampaikan kepada Pejabat yang berwenang menindaklanjuti.
Pasal 10
(1) Rekomendasi berupa penyampaian hasil pemeriksaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dilakukan dalam hal hasil pemeriksaan berindikasi tindak pidana umum.
(2) Rekomendasi berupa penyampaian hasil pemeriksaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d dilakukan dalam hal hasil pemeriksaan berindikasi tindak pidana korupsi.
(3) Penyampaian hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui Inspektorat Jenderal.
Pasal 11
(1) Dalam hal terdapat dugaan kesalahan atau kekeliruan atas suatu putusan penjatuhan hukuman disiplin oleh Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Inspektur Jenderal berwenang melakukan eksaminasi.
(2) Hasil eksaminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pertimbangan bagi Pimpinan Unit Eselon I atau Menteri Keuangan untuk meninjau, meralat, dan/atau mengubah putusan penjatuhan hukum disiplin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara melakukan eksaminasi diatur dengan Peraturan Inspektur Jenderal.
Pasal 12
(1) Unit Kepatuhan Internal, Unit Tertentu, dan Inspektorat Jenderal wajib memberikan perlindungan kepada Pelapor Pelanggaran (whistleblower).
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menjaga kerahasiaan identitas Pelapor Pelanggaran (whistleblower).
(3) Unit Kepatuhan Internal dan Unit Tertentu hanya dapat mengungkapkan identitas Pelapor Pelanggaran (whistleblower) kepada Inspektorat Jenderal.
(4) Inspektorat Jenderal hanya dapat mengungkapkan identitas Pelapor Pelanggaran (whistleblower) untuk keperluan penyidikan dan persidangan.
Pasal 13
(1) Unit Kepatuhan Internal dan Unit Tertentu wajib melaporkan pelaksanaan pengelolaan Pengaduan secara bulanan kepada Pimpinan Unit Eselon I dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal.
(2) Inspektorat Jenderal wajib memonitor dan mengevaluasi tindak lanjut penyelesaian Pengaduan yang dilakukan oleh Unit Kepatuhan Internal dan Unit Tertentu.
(3) Inspektorat Jenderal wajib melaporkan pelaksanaan pengelolaan Pengaduan secara triwulan atau sewaktu-waktu kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada seluruh Pimpinan Unit Eselon I.
Pasal 14
(1) Kewenangan untuk memublikasikan hasil pengelolaan Pengaduan di Lingkungan Kementerian Keuangan berada pada Inspektur Jenderal.
(2) Dalam memublikasikan hasil pengelolaan Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektorat Jenderal wajib bekerjasama dengan Biro Hubungan Masyarakat-Sekretariat Jenderal, dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan informasi.
Pasal 15
Bentuk dan tata cara pelaporan pelaksanaan pengelolaan Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 serta bentuk dan tata cara publikasi pengelolaan Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan tersendiri.
Pasal 16
Dalam hal Pelapor Pelanggaran (whistleblower) meminta penjelasan mengenai perkembangan tindak lanjut atas laporan yang disampaikan, Inspektorat Jenderal wajib memberi penjelasan mengenai hal dimaksud kepada Pelapor Pelanggaran (whistleblower) tersebut.
Pasal 17
Pejabat/pegawai yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (4) dan (5), Pasal 5, Pasal 6 ayat (2), Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 16, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Mei 2010
MENTERI KEUANGAN,


SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Mei 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 250










KOP SEKOLAH

SURAT PERNYATAAN MASIH MENDUDUKI JABATAN
Nomor : .
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ....
NIP : ....
Pangkat/Golongan ruang : ....
Jabatan : Kepala Sekolah ....
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa :
Nama : ....
NIP : ....
Pangkat/Golongan ruang : ....
Jabatan : Guru
Unit Kerja : ....
Pada tanggal.......................bulan.......................tahun …………..telah menduduki jabatan sebagai Guru, Berdasarkan surat keputusan.........................tanggal..........................dan pada tanggal 1 Januari 2010 masih menduduki jabatan tersebut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dengan mengingat sumpah jabatan dan apabila dikemudian hari isi surat pernyataan ini ternyata tidak benar yang mengakibatkan kerugian terhadap negara, maka saya bersedia menanggung kerugian tersebut.
Asli surat pernyataan ini disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Semarang I.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Kebumen, 1 Januari 2010.
Kepala Sekolah,
(tandatangan & stempel)
NAMA KEP SEK
NIP...................................
MENGETAHUI:
Kepala Dinas DIKPORA
Kabupaten Kebumen,




Drs. H. MAHAR MOEGIYONO HN
NIP. 19541018 198503 1 005 Pejabat Pembuat Komitmen
Program Peningkatan Mutu dan
Profesionalisme Guru Jateng 2010



Dra. AUFRIDA KRISWATI
NIP. 19580521 198403 2 002
KOP SEKOLAH

SURAT PERNYATAAN MELAKSANAKAN TUGAS
Nomor : .
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ....
NIP : ....
Pangkat/Golongan ruang : ....
Jabatan : Kepala Sekolah ....
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa :
Nama : ....
NIP : ....
Pangkat/Golongan ruang : ....
Jabatan : Guru
Unit Kerja : ....
Berdasarkan Keputusan Menteri #.........................tanggal#....................Nomor#......................Tentang penetapan guru penerima tunjangan Profesi, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2010 telah nyata melaksanakan tugas sebagai Guru pada satuan kerja .....................Kabupaten Kebumen dan diberi tunjangan sebesar Rp.#......................(terhitung dalam huruf) setiap bulannya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dengan mengingat sumpah jabatan dan apabila dikemudian hari pernyataan ini ternyata tidak benar yang mengakibatkan kerugian terhadap negara, maka saya bersedia menanggung kerugian tersebut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Kebumen, 1 Januari 2010.
Kepala Sekolah,
(tandatangan & stempel)
NAMA KEP SEK
NIP...................................
MENGETAHUI:
Kepala Dinas DIKPORA
Kabupaten Kebumen,




Drs. H. MAHAR MOEGIYONO HN
NIP. 19541018 198503 1 005 Pejabat Pembuat Komitmen
Program Peningkatan Mutu dan
Profesionalisme Guru Jateng 2010



Dra. AUFRIDA KRISWATI
NIP. 19580521 198403 2 002

Keterangan:
# diisi sesuai dengan yang tertera dalam SK Dirjen PMPTK Kemendiknas RI

0 comments:

Posting Komentar