DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
MANAGEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (MSDM)
DOSEN : MUH. ROSYID, SPd, M.M.Pd
Disusun oleh :
Nama : WIWI HASTUTI
NIM : 070055534
HP : 081 2299 7465
Email : wiwibtpn@yahoo.co.id
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
PUTRA BANGSA KEBUMEN
PROGAM STUDY MANAGEMEN (S 1)
TAHUN AKADEMIK 2007-2008
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Hampir di semua lembaga perbankan mempunyai persoalan-persoalan internal yang menjadi problem, problem tersebut bisa berupa likuiditas juga bisa berupa sumber daya manusianya, dalam makalah yang sederhana ini penulis hanya akan membahas masalah Problem Sumber Daya Manusia di Bank BTPN, problem tersebut sebenarnya tidak mengganggu jalannya perbankan, namun akan mengganggu jika problem tersebut tidak segera diatasi.
Pada kesempatan ini penulis ingin memaparkan problem apa aja yang kaitannya yang dihadapi bank BTPN kaitannnya dengan SDM.
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH RINGKAS BANK BTPN
Bank BTPN terlahir dari pemikiran 7 (tujuh) orang dalam suatu perkumpulan pegawai pensiunan militer pada tahun 1958 di Bandung. Ketujuh serangkai tersebut kemudian mendirikan Perkumpulan Bank Pegawai Pensiunan Militer (selanjutnya disebut ”BAPEMIL”) dengan status usaha sebagai perkumpulan yang menerima simpanan dan memberikan pinjaman kepada para anggotanya. BAPEMIL memiliki tujuan yang mulia yakni membantu meringankan beban ekonomi para pensiunan, baik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia maupun sipil, yang ketika itu pada umumnya sangat kesulitan bahkan banyak yang terjerat rentenir.
Berkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat maupun mitra usaha, pada tahun 1986 para anggota perkumpulan BAPEMIL membentuk PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional dengan ijin usaha sebagai Bank Tabungan dalam rangka memenuhi ketentuan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan untuk melanjutkan kegiatan usaha BAPEMIL.
Berlakunya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebagaimana selanjutnya dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998) yang antara lain menetapkan bahwa status bank hanya ada dua yaitu: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, maka pada tahun 1993 status Bank BTPN diubah dari Bank Tabungan menjadi Bank Umum melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 055/KM.17/1993 tanggal 22 Maret 1993. Perubahan status Bank BTPN tersebut telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam surat Bank Indonesia No. 26/5/UPBD/PBD2/Bd tanggal 22 April 1993 yang menyatakan status Perseroan sebagai Bank Umum.
Sebagai Bank Swasta Nasional yang semula memiliki status sebagai Bank Tabungan kemudian berganti menjadi Bank Umum pada tanggal 22 Maret 1993, Bank BTPN memiliki aktivitas pelayanan operasional kepada Nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Namun aktivitas utama Bank BTPN adalah tetap mengkhususkan kepada pelayanan bagi para pensiunan dan pegawai aktif, karena target market Bank BTPN adalah para pensiunan.
Dalam rangka memperluas kegiatan usahanya, Bank BTPN bekerja sama dengan PT Taspen, sehingga Bank BTPN tidak saja dapat memberikan pinjaman dan pemotongan cicilan pinjaman, tetapi juga dapat melaksanakan “Tri Program Taspen”, yaitu Pembayaran Tabungan hari Tua, Pembayaran Jamsostek dan Pembayaran Uang Pensiun.
MISI DAN MISI BANK BTPN
MISI
Menjadi penyedia jasa keuangan retail yang terpilih dan penuh kepedulian di Indonesia.
VISI
Melaksanakan Good Corporate Governance (GCG) di setiap pengoperasian bisnis Bank BTPN.
Menyediakan beragam produk dan layanan yang sesuai dengan bisnis Bank BTPN kepada nasabah kami.
Memberikan pengalaman brand yang penuh arti bagi pemangku kepentingan (stakeholders) Bank BTPN setiap saat dimanapun kami berada secara konsisten.
Menjamin keamanan, kepercayaan, dan kemudahan akses bagi nasabah Bank BTPN melalui penggunaan teknologi mutakhir di setiap pengoperasian bisnis kami.
STRUKTUR ORGANISASI
A. Direktur Utama membawahi :
Direktur Kepatuhan, Direktur Operasional, dan Direktur Bisnis
Membawahi langsung Divisi Sekretariat Perusahaan, Internal Audit, Divisi Treasury, dan Corporate Planing
B. Direktur Kepatuhan membawahi beberapa divisi:
Kepatuhan.
Manajemen Resiko
Sumber Daya Manusia
Legal
C. Direktur Operasional membawahi beberapa divisi:
Operasi
Teknologi Informasi
Keuangan
Umum
D. Direktur Bisnis membawahi beberapa divisi:
Kredit Pensiun.
Bussines Planning & Development
Special Asset Management
Kredit Ritel
Financial Institution & Public Sector
Institution Relationship Manager
Credit processing & Adm.
Syariah
PRODUK DAN JASA
Untuk menunjang pelayanan operasional, Bank BTPN menawarkan beberapa Produk Dana dan Jasa, diantaranya:
Produk Dana
1. Rekening Giro
2. Tabungan Citra
3. Tabungan Citra Plus
4. Deposito Berjangka
5. Sertifikat Deposito
Produk Kredit
1. Kredit Pensiun
2. Kredit Pegawai Aktif (Sipil, ABRI, BUMN, dan Swasta)
3. Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
4. Bank Garansi
Jasa Layanan Perbankan
1. Kliring
2. Inkaso
3. Transfer
4. Payment point untuk para pension
5. Payment Point (pembayaran rekening telefon, rekening listrik, PAM, dan penerimaan pembayaran pajak)
6. Payroll service (pembayaran uang pension, pembayaran gaji kepada karyawan perusahaan BUMN dan Swasta)
7. ATM
PERKEMBANGAN BANK BTPN
Perkembangan dunia usaha pada lingkup perbankan semakin meluas yang diikut oleh semakin banyaknya risiko-risiko yang harus di tangani oleh Bank. Seiring dengan kondisi eksternal perbankan yang makin diresahkan oleh risiko yang mengancam, Bank Indonesia melalui peraturan no 5/8/PBI/2003 mewajibkan kepada setiap bank untuk memiliki sistem manajemen risiko di tempatnya. Bank BTPN dalam sasaran jangka pendek 2006-2008 ingin menjadi bank ritel yang memiliki kekuatan secara finanial, modal dan manajemen untuk menunjang penerapan manajemen risiko (Basel II) yang sesuai dengan regulasi Bank Indonesia.
Semenjak tahun 2005, BTPN telah melakukan beberapa proses penerapan manajemen risiko dan masih berjalan hingga sekarang. Diantaranya adalah pembentukan Komite Manajemen Risiko, perubahan struktur organisasi, pembentukan Komite Audit serta Komite Pengendalian Risiko. Keberadaan dari manajemen risiko yang telah ada di BTPN ini haruslah dievaluasi dan di analisis mengingat sasaran jangka pendek BTPN, yaitu mengimplementasi Basel II sudah harus terlaksana pada awal tahun 2008.
Dalam menganalisis penerapan dari sistem manajemen risiko yang sedang berjalan, penulis menggunakan analisis perbandingan melalui parameter profil risiko triwulan IV tahun 2005 dengan triwulan IV tahun 2006. Parameter profil risiko diklasifikasikan menurut levelnya apakah “Low”, “Moderate”, atau “High”. Dari analisis profil risiko juga dapat diketahui trend dari eksposur risiko yang terdapat di BTPN, apakah cenderung naik, stabil, atau turun.
Dalam penerapan manajemen risiko, ada prosedur dan proses yang harus dilakukan sebagai tahapan dalam menerapkan manajemen risiko. Proses tersebut adalah proses identifikasi risiko, proses pengukuran risiko dan proses mitigasi risiko. Hasil dari proses identifikasi risiko di BTPN terdapat tiga risiko utama dengan macam risikonya yang terkait, pertama yaitu risiko kredit antara lain risiko pinjaman, risiko pihak ketiga dan risiko penerbitan. Kedua yaitu risiko pasar antara lain risiko suku bunga dan risiko harga. Ketiga yaitu risiko operasional antara lain kegagalan dan kesalahan sistem, kesalahan akuntansi, kegagalan strategi, penundaan pembayaran dan kesalahan pembayaran.
Proses pengukuran risiko dilakukan dengan membandingkan profil risiko triwulan IV/2005 dengan profil risiko triwulan IV/2006. Hasilnya antara lain parameter risiko kredit berada pada level “Low” dengan penurunan NPL menjadi 1,52%, OBD pasif 1,23% dan retur tagihan kredit 1,60%. Parameter risiko pasar antara lain RSL-RSA pada 177,36% dan sensitifitas deposito terhadap bunga sebesar 27,18%.
Parameter risiko operasional antara lain rendahnya frekuensi pada denda pajak, kesalahan akuntansi, masalah asuransi, masalah kredit asuransi dan kerugian kredit. Proses mitigasi risiko didasarkan pada parameter risiko yang memiliki level risiko “moderate” dari jenis risiko yang terkait. Risiko pasar parameternya yaitu sensitifitas deposito terhadap suku bunga, dengan data sebesar 27,18% dan RSLRSA yaitu 214,90%. Semakin tinggi bunga diberikan untuk debitur semakin tinggi pula bunga diberikan kepada kreditur maka selisihnya akan memberikan keuntungan kepada bank. Tetapi apabila bunga yang diberikan kepada debitur tinggi, sementara kepada kreditur rendah maka akan menyebabkan ketimpangan. Ketimpangan ini akan mengakibatkan tingginya risiko pasar. Untuk mengendalikan sensitifitas deposito terhadap bunga, BTPN harus mengendalikan suku bunga dengan interest rate swap. Posisi RSL-RSA juga dipengaruhi oleh suku bunga dimana penggunaan interest rate swap harus disesuaikan dengan posisi negatif atau positif mismatch. Risiko operasional parameternya yaitu efektifitas asuransi kredit dengan data sebesar 76% serta permasalahan asuransi dengan data sebesar 76%. Parameter ini dapat diminimalisasi dengan pemilihan perusahaan asuransi yang berkualitas serta bukti dari kredit yang telah dicover oleh perusahaan asuransi.
Hasil dari analisis penerapan manajemen risiko di BTPN adalah trend dari profil risiko yang relatif stabil selama perbandingan dua tahun terakhir, dan level risiko yang sebagian besar “Low”. Penerapan manajemen risiko di BTPN dapatlah terbilang sudah berjalan dengan baik.
Sejalan dengan seluruh aktivitas bank yang dilakukan dalam rangka pengembangan usaha, hal ini telah membuahkan kinerja keuangan yang sangat menggembirakan. Asset bank pada bulan Oktober 2007 telah mencapai Rp 10 triliun, dimana asset bank tumbuh sebesar 72,4% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Selama sepuluh bulan pada tahun 2007, bank telah membukukan Laba Sebelum Pajak (unaudited) sebesar Rp 383 miliar atau terdapat peningkatan sebesar 155,3% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini merupakan refleksi dari peningkatan pinjaman diberikan yang tumbuh sebesar 67,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year).
Selain meningkatkan upaya peningkatan pinjaman diberikan, bank juga melakukan upaya peningkatan dana pihak ketiga sebagai sumber dana dalam menjalankan aktivitas intermediasinya. Penghimpunan dana pihak ketiga telah meningkat sebesar 76% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sejalan dengan peningkatan dana pihak ketiga, maka rasio LDR bank pada bulan Oktober 2007 mencapai 92,5%.
Berdasarkan kinerja keuangan sampai dengan bulan Oktober 2007, maka diperkirakan bank akan membuka total asset pada akhir tahun 2007 sebesar Rp 11 triliun
PENGEMBANGAN DAN PROBLEM SUMBER DAYA MANUSIA
Bank BTPN memiliki jumlah karyawan yang cukup besar sebanyak 3170 orang, yang terdiri dari laki-laki 2.302 orang dan perempuan 868 orang, tidak termasuk karyawan out sourcing yang diambil dari PT Mahakam, peraturan dan penggajian karyawan out sourcing diatur tersendiri oleh PT Mahakam, sehingga hak dan kew2ajibannya berbeda dengan karyawan tetap Bank BTPN.
Untuk rencana pengembangan ke depan, perusahaan mengembangkan pelatihan yang mengarah kepada peningkatan kompetensi penguasaan industri jasa keuangan, inovatif dalam pengembangan produk dan layanan, serta menciptakan karyawan yang peduli kepada nasabah dengan memberikan rasa aman, kepercayaan dan kemudahan akses bagi nasabah.
Upaya Bank BTPN untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja dilakukan melalui perbaikan kualitas pengelolaan SDM dimulai dari penempatan karyawan sesuai dengan kompetensinya (staffing), Penyempurnaan System Manajemen Sumber Daya Manusia dan membangun Human Resource Information System (HRIS) termasuk menata system remunerasi yang berbasis dimensi kompetensi skill, problem solving dan accountability. Pelatihan adalah suatu aspek penting dari strategi jangka panjang perusahaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menciptakan kesempatan pengembangan karir.
Problema Di Bank BTPN yang telah berlangsung cukup lama dan masih berjalan sampai sekarang adalah kesenjangan karir, yakni antara karyawan senior (baca telah lama bekerja di Bank BTPN) namun belum S 1, dengan karyawan yang yunior (baca karyawan baru) namun sudah S 1, problem tersebut muncul pada saat menentukan karir karyawan dan penggajian, meskipun karyawan senior tapi hanya tamat SLTA tidak akan bisa menjabat jabatan di unsur pimpinan, demikian juga dalam penggolongan penggajian, karyawan S1 akan lebih tinggi gajinya dari pada karyawan berpendidikan SLTA.
Sebelum tahun 2000 sistem penggajian Bank BTPN masih menghargai karyawan yang bekerja lebih lama, kendati karyawan tersebut hanya tamatan SLTA, karena dalam memberikan hak-hak karyawan lebih berorientasi pada melihat senioritas waktu lama karyawan bekerja, misalnya ketika menerima tunjangan THR dan Jasa Produksi, karyawan yang telah lama bekerja di Bank BTPN akan mendapat hak-haknya lebih besar dari pada karyawan yang baru bekerja meski karyawan baru tersebut berpendidikan lebih tinggi.
Mulai tahun 2000, peraturan demi peraturan diganti termasuk juga masalah penggajian, penggajian lebih mengacu pada pertimbangan pendidikan, meskipun karyawan baru tapi pendidikannya S 1, maka penggajiannya akan lebih besar dari pada karyawan lama tapi berpendidikan hanya SLTA. Demikian juga mngenai karir, meskipun karyawan sudah puluhan tahun namun ijazahnya hanya SLTA tidak akan bisa menduduki jabatan jadi unsure pimpinan seperti karyawan yang S 1.
SOLUSI DAN PEMECAHANNYA
Bank BTPN telah menempuh bernagai cara agar kesenjangan tersebut dapat diminimalisir, yakni dengnan cara, :
1. Mengadakan ujian tes kemampuan SDM untuk menjaring karyawan yang benar-benar SDM nya baik dan pantas dipromosikan jabatannya.
2. Menghimbau karyawan yang berpendidikan SLTA untuk kuliah S 1 agar bisa disetarakan golongannya dan penggajiannya.
BAB III
PENUTUP
A SIMPULAN
1. Bank BTPN Bank swasta yang melayani dunia perbankan secara umum, bukan hanya melayani para pensiunan tapi juga semua jenis produk perbankan.
2. SDM Bank BTPN terdiri dari karyawan tetap dan karyawan out sourcing yang mempunyai peraturan berbeda, karyawan tetap diatur oleh manegemen Bank BTPN sedangkan karyawan out sourcing tunduk pada peraturan PT Mahakam.
3. Sejak tahun 2000 peraturan Bank BTPN tentang karir dan penggajian karyawan mulai membedakan jenjang pendidikan.
4. Untuk menjembatani dikotomi pendidikan, bagi karyawan lama yang belum S 1 dianjurkan untuk ikut kuliah S 1.
B. SARAN
1. Membedakan hak dan kewajiban karyawan melalui jenjang pendidikan adalah suatu keniscayaan, namun jika karyawan lama/senior gajinya l;ebih kecil dari karyawan baru adalah sebuah kebijakan yang harus ditinjau kembali.
2. Karyawan senior/lama keahliannya tidak kalah dengan yang bertitel sarjana, karena mereka adalah praktisi perbankan.
Search
Sabtu, 07 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 comments:
Mksh byk atas infonya, sangat mmbntu skali dlm pnyusunn laporn. thnxs
YA SEMOGA BERMANFAAT UNTUK KEPENTINGAN UMAT
Posting Komentar